Senin, 15 April 2013

“Ternyata Akhirat Tidak Kekal”, Karangan Agus Mustofa: Ini Bantahannya

 “Ternyata Akhirat Tidak Kekal”, Karangan Agus Mustofa: Ini Bantahannya


Di mana Surga dan Neraka?

Hal 189 buku Ternyata Akhirat Tidak Kekal” dikatakan :”Bagaimana menjelaskan bahwa langit dan Bumi itu ada tujuh? Hal ini memang sangat abstrak tetapi sebenarnya bisa dijelaskan dengan teori dimensi.”

Penulis buku juga mengatakan kurang lebih bahwa langit pertama yang berdimensi tiga ini tidak bertepi tapi terbatas oleh dimensi ke empat. Keempat dimensi itulah yang merupakan titik tolak langit ke dua. Begitu pula seterusnya untuk langit-langit berikutnya.

Di sini dia mendasarkan pendapatnya itu hanya pada satu dalil, yaitu teori dimensi. Saya tidak menemukan satupun nash (yang benar-benar bisa dipakai sebagai dalil) yang menyertai pendapatnya itu. Bagaimana mungkin suatu kebenaran dalam hal yang ghoib hanya ditarik kesimpulannya (di-inferensi) dari TEORI.

Hal ini sangat fatal, karena dari pendapat inilah disusun pendapat berikutnya bahwa surga neraka terletak di bumi ini pula namun pada dimensi ke sembilan.

Tidak ada satupun nash pun yang secara qath’i dan muhkam menyatakan bahwa surga neraka berada di bumi ini pula namun pada dimensi ke sembilan. Semua yang Sdr. Agus ungkapkan hanya berdasarkan pada teori saja.

Kalaupun dia mengungkapkan dalil Al A’raf ayat 25 “Katakanlah: di Bumi itulah kalian hidup, dan di Bumi itu kalian mati, dan dari Bumi itu pula kalian akan dibangkitkan” itu sama sekali tidak menunjukkan bahwa Akhirat, Surga dan Neraka berada di Bumi. Ayat itu hanya menunjukkan urut-urutan hidup di atas bumi, mati di atas bumi (dan dikubur di dalam bumi) kemudian dibangkitkan DARI dalam bumi. Masalah setelah dibangkitkan DARI bumi itu manusia akan ditaruh di akhirat mana, Allah tidak mengatakannya.

Allah tidak mengatakan fihaa tukhrajuun (di bumi kalian dibangkitkan) tapi minhaa tukhrajun (dari bumi kalian dibangkitkan). Di sini kita dapat mengetahui kesalahan Sdr. Agus dalam mengambil kesimpulan. Seperti misalnya pada halaman 191 buku TATK di mana dia mengatakan berdasarkan Al A’raf: 25 bahwa Di Bumi itulah kita hidup, di Bumi itu kita mati, dan DI Bumi itu pula kita dibangkitkan.

Kemudian Sdr. Agus membuat kesalahan lain ketika menjadikan ayat-ayat yang menggambarkan surga sebagai dalil bahwa surga berada di Bumi. Ini terlihat pada buku TATK halaman 193 sampai 196. Kalau diperhatikan, semua ayat-ayat yang disebutkan hanya menggambarkan Surga sebagai suatu tempat yang menyerupai kondisi ideal dari Bumi. Tapi tidak ada satu pun ayat yang menyebutkan bahwa suatu tempat yang menyerupai Bumi itu adalah Bumi itu sendiri dalam dimensi yang lain. Kemiripan tempat tidak mengharuskan kesamaan tempat. Kalau Allah bisa menciptakan Bumi yang tidak ideal, tentunya Allah juga bisa dengan mudah menciptakan tempat lain di luar Bumi yang mirip Bumi dengan versi yang lebih sempurna, lengkap dengan sungainya, gunungnya, siang-malamnya dan lain-lainnya.

Lalu bagaimana solusinya?

Imani saja semua nash tanpa ta’til, ta’wil, takyif, dan seterusnya. Itulah yang Insya Allah lebih selamat. Kita tidak berhak untuk menta’wilnya sementara Rasulullah sebagai manusia yang paling mengetahui dalam masalah ini tidak menta’wilnya dan Para Shahabat Rasul sebagai generasi terbaik dalam pemahaman agama tidak menta’wilnya.
Apakah Sdr.Agus menganggap dirinya lebih tahu dari Rasulullah dalam hal ini sementara Rasulullah adalah orang yang paling ‘alim dalam hal yang ghoib.

Apakah Sdr. Agus menganggap bahwa pada zaman Rasul, Rasulullah sebenarnya sudah tahu (bahwa Surga dan Neraka di Bumi) namun tidak mengungkapkannya pada para Shahabat? Kalau seperti itu anggapan dia, sungguh dia telah menuduh Rasulullah mengkhianati Risalah.

Akhirat tidak kekal.

Agus memberikan dalil pada halaman 233 tentang ketidakkekalan akhirat dengan QS Huud ayat 106-108.

Memang bacaan kita akan Al Qur’an harus secara komprehensif. Namun permasalahannya tidak sesimpel ayat Al Qur’an akan dikhususkan dengan ayat Al Qur’an lain. Kita juga harus mampu memahami bagaimana tafsir hadits, tafsir para sahabat dan tafsir para ulama pembela Assunnah atas ayat Al Qur’an tersebut.

Memang – setahu saya – Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qoyyim rahimahumallah berpendapat bahwa Neraka tidak kekal. Namun pendapat mereka itu hanya terbatas pada Neraka saja, bukan pada konsep Akhirat secara keseluruhan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendapat bahwa surga dan neraka – dua-duanya – tidak kekal, adalah pendapat baru yang belum dikenal sebelumnya.

Bagaimana mungkin kita sebagai pengikut Rasulullah akan mengatakan bahwa akhirat tidak kekal sementara Rasulullah sendiri telah mengatakan dalam salah satu hadits riwayat Ibnu Majah dengan sanad yang bagus sebagaimana dikatakan oleh Al Mundziri dan telah dikatakan shahih oleh Ibnu Hibban (2614) dan Ahmad (2/261) sebagai berikut :

“Kelak maut akan didatangkan pada hari kiamat, lalu ia berhenti di atas jembatan (shirat). Maka dipanggillah penghuni surga, ‘Hai penghuni surga!’ Mereka pun nampak ketakutan untuk keluar dari tempat mereka sekarang. Lalu dipanggillah penghuni neraka, ‘Hai penghuni neraka!’ Mereka pun muncul kegirangan dan riang gembira keluar dari tempat mereka sekarang. Lantas ditanyakanlah kepada mereka, ‘Tahukah kalian siapa ini?’ Mereka menjawab, ‘Ya, kematian!’ Selanjutnya sang kematian pun diikat dan disembelih di atas jembatan (shirath). Kemudian dikatakanlah kepada masing-masing kelompok, ‘Kekallah di dalam apa-apa yang kalian temukan, tidak akan ada kematian lagi di dalamnya selama-lamanya!’” [1]

Hadits di atas didukung oleh hadits riwayat Bukhari dan Muslim dalam kitab shahihnya berikut ini :

“Allah memasukkan penghuni surga ke surga dan penghuni neraka ke neraka. Kemudian bangkitlah seorang muadzin (orang yang berseru) di antara mereka sembari berseru, ‘Hai penduduk surga, tidak ada kematian (di surga)! Hai penduduk neraka, tidak ada kematian (di neraka), masing-masing kekal di dalamnya!”

Kalau kita mengacu pada tafsir Ibnu Katsir (murid dari Ibnu Taimiyyah), dimana tafsirnya termasuk tafsir paling standar dan biasa dipakai oleh beginner tholabul ‘ilm sampai advanced ulama’, kita bisa mendapat penjelasan tentang bagaimana menafsirkan dan apa penafsiran “maadaamatissamawatu wal ardhu” yang benar.

Di dalamnya misalnya kita dapati penafsiran Imam Abu Ja’far Ibn Jarir bahwa ungkapan “maadaamatissamawatu wal ardhu” adalah sebagaimana kebiasaan orang Arab untuk menegasan akan kekekalan Akhirat. Dalam arti bahwa Allah menurunkan pertama kali Al Qur’an pada orang Arab dalam bahasa yang dipahami dan biasa dipakai orang Arab. Dan oleh karena itu kita harus memahami sebagaimana orang Arab waktu itu memahami pertama kali.

Di dalam tafsir ibn Katsir juga dikemukakan berbagai penafsiran lain selain di atas. Namun tidak ada satupun di antara penafsiran mu’tabar itu yang mengatakan bahwa “maadaamatissamawatu wal ardhu” merupakan hujjah ketidakkekalan Akhirat.

Oleh karena itu kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Sdr Agus telah membuat-buat ide baru yang tidak dikenal di masa Rasulullah, para sahabat, tabiin, dan tabiut tabiin. Padahal di masa merekalah pemahaman agama yang paling murni dan benar.

Apakah Sdr.Agus menganggap dirinya lebih tahu dari Rasulullah dalam hal ini sementara Rasulullah adalah orang yang paling ‘alim dalam hal yang ghoib.

Apakah Sdr. Agus menganggap bahwa pada zaman Rasul, Rasulullah sebenarnya sudah tahu (bahwa akhirat itu tidak kekal) namun tidak mengungkapkannya pada para Shahabat? Kalau seperti itu anggapan dia, sungguh dia telah menuduh Rasulullah mengkhianati Risalah.

Secara logika juga, “maadaamatissamaawaatu wal ardhu” itu sebenarnya lebih bergantung pada asumsi apa yang SUDAH ada di dalam pikiran kita.
Seandainya seseorang SUDAH mengasumsikan bahwa Akhirat itu tidak kekal (seperti Sdr. Agus) maka dia pasti mengasumsikan bahwa samaawaat dan ardh yang dimaksud di ayat itu adalah samaawaat dan ardh yang itu-itu saja, yaitu samaawaat dan ardh dunia yang kita rasakan sekarang namun dalam dimensi yang lain. Dan karena samaawaat dan ardh dunia maka tidak kekal. Ini membuat seolah-olah kata “maadaamatissamaawaatu wal ardhu” itu sebagai kata yang memperkuat ketidakkekalan Akhirat.

Namun seandainya kita SUDAH mengasumsikan (sesuai nash-nash yang muhkam) bahwa Akhirat itu kekal abadi selama-lamanya (sebagai ketetapan dari Allah yang Maha Kekal yang menentukan kekekalan), maka kata “maadaamatissamaawaatu wal ardhu” itu seolah-olah hanya menegaskan tentang samaawaat dan ardh yang ada di Akhirat nanti. Dan karena Akhirat sudah diimani bersifat kekal maka samaawaat dan ardh yang ada di Akhirat nanti pun pasti ikut kekal. Maka jadilah kata “maadaamatissamaawaatu wal ardhu” itu sebagai penegasan kekekalan Akhirat.

Syaikh Asshun’ani rahimahullah pernah menjelaskan mengenai “maadaamatissamaawaatu wal ardhu” dalam manuskripnya yang telah ditahqiq oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dan diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan judul “Perbedaan Ulama Salaf dan Khalaf Tentang Keabadian Neraka” ketika membahas mengenai kefanaan atau keabadian neraka (sekali lagi saya ingatkan bahwa perdebatan yang dikenal di kalangan ulama adalah mengenai ‘apakah neraka itu abadi atau fana’, bukan mengenai konsep keabadian akhirat secara umum) sebagai berikut : Menurut saya, pendapat ini lebih didasarkan pada asumsi bahwa yang dimaksudkan mereka dengan langit dan bumi dalam ayat tersebut adalah langit dan bumi dunia, sehingga ayat tersebut berarti “selama kadar kekekalan dunia”. Namun jika mereka asumsikan hal itu sebagai langit dan bumi akhirat, maka ujaran “kecuali jika Allah menghendaki pertambahan masa keduanya” tidak akan terlontar, sebab keduanya abadi dan tidak mungkin dibayangkan ada pertambahan bagi sesuatu yang abadi. Jadi, yang tepat adalah mengasumsikan langit dan bumi dalam ayat tersebut sebagai langit-langit dan bumi akhirat, sebab ayat-ayat pengekalan bagi kedua golongan (yang celaka dan bahagia) memutuskan keharusan kekekalan bumi dan langitnya, dimana mau tidak mau harus ada sesuatu yang berada di bawah dan di atas mereka, dan itulah yang dimaksud dengan langit dan bumi akhirat. Firman Allah “selama ada langit dan bumi” pun juga mengunggulkan hal itu, sebab bumi dan langit-langit dunia tentu telah binasa (seiring dengan binasanya dunia oleh kiamat). Jika yang dimaksudkan demikian (bumi dan langit dunia), maka akan dikatakan “maakaanatissamaawaatu wal ardhu” bukan “maadaamatissamaawaatu wal ardhu”. [1]

Bebarapa sebab kesalahan pemikiran:

Sdr. Agus masih kurang memahami konsep kekekalan Allah dan akhirat. Dia masih membenturkan vis a vis konsep kekekalan Akhirat dengan dengan kekekalan Allah sebagai dua konsep yang bertentangan. Padahal sebenarnya konsep kekekalan tidak bisa dilihat selinear itu.

Sebenarnya, sifat kekalnya Akhirat bukanlah sifat yang “wajib bi dzatihi” namun bergantung pada “masyiatullah” (CMIIW). Artinya Akhirat kekal bukan karena Akhirat itu sendiri yang kekal, namun karena Allah menghendaki Akhirat itu kekal. Artinya kekekalan Akhirat adalah bergantung pada Allah. Sehingga sangatlah tidak pas kalau Sdr. Agus menabrakkan kekekalan Akhirat dengan kekekalan Allah sehingga seolah-olah jika Allah Kekal maka Akhirat harus tidak kekal, dan jika ada orang yang menganggap Akhirat kekal berarti orang itu menyekutukan sifat yang merupakan kekhususan Allah.

Secara mudah bisa dikatakan bahwa kalau memang Allah yang Maha Kekal berkehendak agar Akhirat kekal maka tidak ada yang bisa menentangnya!

Pada kesempatan bedah buku di Masjid BI, Sdr. Agus mengatakan bahwa dasar dia menulis buku ini adalah karena keprihatinannya akan fenomena (menurutnya) orang yang beribadah karena mengharap Surga dan takut Neraka saja, bukan karena mengharap cinta Allah dan takut pada murka Allah.

Sesungguhnya saya tidak menjumpai konsep pemisahan antara cinta Allah dan Surga serta antara murka Allah dan Neraka kecuali dalam agama Sufi.

Rasulullah, Para Shahabat, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik tidaklah pernah dipusingkan dengan pembedaan tersebut seperti orang-orang Sufi memusingkannya. Maka di antara mereka para Shahabat, dan orang-orang shalih ada yang menangis dan pingsan ketika mendengar mengenai Surga dan Neraka. Mereka begitu berharap akan Surga dan takut pada Neraka. Tapi apakah berarti mereka tidak cinta dan takut pada Allah?

Rasulullah juga memerintahkan kita untuk berlindung dari siksa kubur, siksa neraka, mengharap akan Surga, mengharap akan Ridha Allah. Semua Rasulullah sebutkan tanpa membeda-bedakan. Kalau memang kita tidak berhak untuk takut pada neraka, berarti Rasulullah telah melakukan hal yang sia-sia ketika beliau memerintahkan kita untuk mengulang-ulang doa setelah shalawat pada saat duduk tawarruk di akhir shalat. Sungguh kezaliman besar pada sunnah Rasul.

Intinya adalah kita tidak usah dipusingkan dengan pembedaan antara Surga Neraka, Ridha dan Murka Allah. Surga adalah perwujudan masyiah (kehendak) Allah atas Ridha-Nya. Neraka adalah perwujudan masyiah Allah atas murkanya. Kalau seseorang ingin masuk Surga dan menghindar dari Neraka, pada hakikatnya dia sedang berlari meninggalkan Murka Allah menuju Ridha Allah.

Lagi pula sepanjang pengetahuan saya tidak pernah ada pembuktian ilmiah bahwa fenomena orang yang beribadah semata hanya karena mengharap surga dan menghindar dari neraka saja. Sepanjang pengetahuan saya tentang ulama-ulama sholih dan atsar-atsar (peninggalan) mereka, tidak ada di antara mereka yang membeda-bedakan secara khusus, ini untuk Allah, ini untuk surga, ini untuk neraka, kecuali sedikit sekali di antara sufiyyun yang tidak bisa digolongkan sebagai ulama dan sholihin. Para ulama ahlussunnah itu dalam beribadah, mereka beribadah saja, mereka mengharap ridha Allah, mereka meminta surga dan berusaha menghindar dari neraka. Sebegitu simpel, lalu mengapa harus dipersulit dengan putaran lidah penganut filsafat sufi?

Saran saya untuk kita semua Pelajarilah Islam dari Al Qur’an dan Assunnah seperti apa yang dipahami oleh generasi terbaik Islam, para Shahabat, Tabiin dan tabiut Tabiin. Berinteraksilah dengan pemahaman-pemahaman mereka melebihi intensitas kita dalam mempelajari logika dan Astronomi. Jauhilah pemahaman-pemahaman baru dalam hal Agama. Sebegitu mudah, lalu mengapa kita harus mencampur adukkan yang simpel dengan kerumitan filsafat sufi?

Logika dan ilmu pengetahuan kita bukanlah tempat yang pas untuk mengeksplorasi hal-hal yang ghoib. Dalam hal ini kita harus secara murni dan konsekuen memakai nash. Gunakan logika dan ilmu pengetahuan hanya sampai tingkat tadabbur akan penciptaan Alam ini dan keyakinan bahwa hanya Allah lah yang mampu menciptakan semua ini (seperti yang yang telah dituntunkan oleh Nash-nash tentang tadabbur), yaitu tentang begitu besarnya matahari, begitu luasnya tata surya, bima sakti dan lain-lain. Dan dari semua itu timbulkan rasa takut pada Allah, pada murka Allah dan rasa takut dijatuhkan ke Neraka karena murka Allah.

Teori sains bersifat relatif. Sesuatu yang saat ini seolah seperti kebenaran yang nyata, bisa jadi kelak akan dibantah dengan bukti yang lebih kuat. Pengetahuan sains manusia tentang alam semesta ini, sebagaimana yang dikemukakan oleh para astronom, baru mencapai satu persen dari total alam semesta ini. Masih ada 99 persen alam semesta ini beserta fenomenanya yang belum terjamah ilmu pengetahuan manusia. Lalu apakah kita hendak menggunakan yang satu persen itu dan yang relatif itu, untuk mengeksplor dan bahkan menjustifikasi sesuatu yang secara absolut diungkapkan dalam nash-nash agama?Bagaimana mungkin yang relatif menentukan yang absolut. Bagaimana mungkin yang nisbi menentukan yang mutlak.

Yang perlu kita lakukan adalah tetapkan saja Surga dan Neraka seperti apa yang Allah katakan, yang Rasulullah katakan, dan yang para Shahabat pahami. Tetapkan itu dalam keimanan kita sebagai sesuatu yang MUTLAK pasti akan kita alami, persis seperti apa yang Allah katakan, Rasulullah katakan dan para Shahabat pahami. Kemudian ketika kita belajar sains, tentang segala macam teorinya. Gunakan semua itu untuk merenungi kebesaran Allah dan menimbulkan rasa takut pada-Nya. Seperti itulah sikap yang Insya Allah terbaik bagi kita.

Wallahu a’lam.

*************

[1] Perbedaan Ulama Salaf dan Khalaf tentang Keabadian Neraka, Muhammad bin Ismail Al Amir Ashun’ani, hal 39-40.

Rabu, 27 Maret 2013

Ad-Dajjal Mengaku Sebagai Rabb



"Ad-Dajjal Mengaku Sebagai Rabb"
Oleh: 1. Ihsan Tandjung
2. Fazzan (Ed.)


“Ternyata kita yang hidup di era modern dewasa ini sedang berada di babak keempat dari lima babak perjalanan sejarah tersebut. Selama babak pertama, kedua maupun ketiga Ad-Dajjal belum Allah taqdirkan keluar ke tengah-tengah ummat manusia untuk menebar fitnah dahsyatnya. Sementara itu, di babak keempat yang masih berlangsung ini, ummat Islam merasakan sangat banyaknya fitnah yang kian menyebar dan kian memuncak.’’

Hidup di era penuh fitnah yang kita jalani dewasa ini menuntut kewaspadaan dan antisipasi menghadapi puncak fitnah, yaitu keluarnya Al-Masih Ad-Dajjal. Semua Nabi utusan Allah memperingatkan kaumnya masing-masing akan munculnya fitnah paling dahsyat sepanjang zaman. Tetapi hanya Nabi Akhir Zaman, yakni Muhammad SAW yang memberikan gambaran paling rinci mengenai Ad-Dajjal. Hal ini wajar karena ummatnya-lah yang akan Allah taqdirkan berhadapan langsung dengan puncak fitnah tersebut.
إِنَّهُ لَمْ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ مُنْذُ ذَرَأَ اللَّهُ ذُرِّيَّةَ آدَمَ أَعْظَمَ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ وَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْ نَبِيًّا إِلَّا حَذَّرَ أُمَّتَهُ الدَّجَّالَ وَأَنَا آخِرُ الْأَنْبِيَاءِ وَأَنْتُمْ آخِرُ الْأُمَمِ وَهُوَ خَارِجٌ فِيكُمْ لَا مَحَالَةَ.
“Rasulullah SAW pernah berkhutbah: Sungguh, semenjak Allah menciptakan anak cucu Adam, tidak ada fitnah yang lebih dahsyat dari fitnah Ad-Dajjal, dan tidak ada satu Nabi pun yang diutus oleh Allah melainkan memperingatkan umatnya mengenai fitnah Ad-Dajjal. Sedangkan Aku adalah Nabi yang terakhir dan kamu juga ummat yang terakhir, maka tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Ad-Dajjal akan keluar di tengah-tengah kalian. (HR. Ibnu Majah–4067).
Dan telah terbukti bahwa sejak manusia dihadirkan ke muka bumi hingga hari ini Ad-Dajjal belum keluar. Tetapi Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa kita sebagai ummat terakhir alias ummat Akhir Zaman pasti akan berhadapan langsung dengan Ad-Dajjal. Nabi bersabda: “Sedangkan Aku adalah Nabi yang terakhir dan kamu juga ummat yang terakhir, maka tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Ad-Dajjal akan keluar di tengah-tengah kalian.”

Dalam hadits lainnya Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa ummat terakhir ini akan mengalami lima babak perjalanan sejarahnya. Dan ternyata kita yang hidup di era modern dewasa ini sedang berada di babak keempat dari lima babak perjalanan sejarah tersebut. Selama babak pertama, kedua maupun ketiga Ad-Dajjal belum Allah taqdirkan keluar ke tengah-tengah ummat manusia untuk menebar fitnah dahsyatnya. Sementara itu, di babak keempat yang masih berlangsung ini, ummat Islam merasakan sangat banyaknya fitnah yang kian menyebar dan kian memuncak.

Bayangkan, selama tigabelas abad perjalanan ummat Islam dunia merasakan rahmatdienullah Al-Islam sebagai aturan yang diterapkan oleh para pemimpin Islam, baik di babak pertama, kedua maupun ketiga. Kita tidak menutup mata adanya pasang-surut kebaikan dan keburukan sosok-sosok pemimpin Islam di masa-masa itu, terutama selama babak ketiga yaitu babak kepemimpinan Mulkan ‘Aadhdhan (raja-raja yang menggigit). Tetapi secara umum kebaikan ajaran Islam masih dinikmati masyarakat luas karena para pemimpin di masa itu masih berusaha memenuhi kriteria dirinya sebagai ulil amri minkum (para pemimpin di antara orang-orang beriman) sebab mereka masih memenuhi keharusan yang Allah sebutkan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا.
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisa’: 59).

Baik itu babak kenabian, babak khilafah ‘ala minhaj an-Nubuwwah (khulafa ar-rasyidin) maupun babak mulkan ‘aadhdhon, para pemimpin Islam masih berusaha untuk setia memenuhi kriteria “… jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya).” Berbagai persoalan kehidupan bermasyarakat dan bernegara diselesaikan berdasarkan dan merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kehidupan bermasyarakat dan bernegara dilandasi oleh diinullah Al-Islam.

Namun begitu memasuki babak keempat, yang ditandai dengan runtuhnya secara formal tatanan bermasyarakat dan bernegara berlandaskan Islam (baca: al-khilafah al-Islamiyyah), maka Allah taqdirkan terjadinya perpindahan kepemimpinan dunia dari tangan para pemimpin Islam kepada masyarakat di luar ummat Islam. Allah menguji ummat Islam dengan diserahkannya kepemimpinan dunia kepada kaum kafir barat, Eropa kemudian Amerika, yang tidak lain adalah kaum yahudi dan nasrani. Akhirnya dunia tidak lagi menikmati rahmat diterapkannya dienullah Al-Islam. Dunia mulai mengalami ketidakjelasan tuntunan, arah dan tujuan. Dunia tidak di-manage oleh para pemimpin yang memberlakukan Islam sebagai solusi menghadapi berbagai persoalan hidup dan kehidupan. Kaum yahudi dan nasrani jelas tidak menjadikan hidayah/petunjuk Allah sebagai tuntunan di dalam memimpin dunia modern. Bagaimana mereka dapat menuntun ummat manusia ke jalan yang benar jika mereka sendiri tersesat?

Sejak limabelas abad yang lalu Nabi SAW telah memprediksi bahwa Allah bakal taqdirkan kaum Yahudi dan Nasrani memegang kepemimpinan global dunia sehingga sebagian ummat Islam bakal mengekor kepada mereka dalam segenap aspek kehidupan sampai masuk ke lubang biawak alias kebinasaan!.
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ.
“Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekalipun mereka masuk ke dalam lubang biawak, kalian pasti akan mengikuti mereka.” Kami bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab: “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. Muslim).

Nabi Muhammad SAW menyebut babak keempat perjalanan sejarah ummat Islam sebagai babak kepemimpinan Mulkan Jabbriyyan (para raja/penguasa yang memaksakan kehendaknya). Dan kita saat ini jelas membukitkan kebenaran prediksi Nabi tersebut.! Para pemimpin dunia modern –baik skala lokal apalagi global- memimpin manusia berlandaskan kehendaknya sendiri, bukan kehendak Allah dan Rasul-Nya. Ada yang memaksakan kehendaknya secara individual (para diktator) dan ada juga yang memaksakan kehendaknya secara kolektif (kerjasama badan eksekutif, legislatif dan yudikatif). Bagaimanapun bentuknya, semua tidak memimpin berdasarkan kehendak/petunjuk Allah dan Rasul-Nya.! Inilah babak paling kelam dalam sejarah ummat Islam..! Pantas bilamana ummat Islam yang faham dan cinta Islam sangat merasakan keprihatinan yang begitu mendalam hidup di era penuh fitnah ini.
تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّا فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ.
“Babak (1) kenabian akan berlangsung pada kalian dalam beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya, setelah itu datang babak (2) Kekhalifahan mengikuti pola (Manhaj) kenabian, selama beberapa masa hingga Allah mengangkatnya, kemudian datang babak (3) Raja-raja yang menggigit selama beberapa masa, selanjutnya datang babak (4) Para penguasa  yang memaksakan kehendak (diktator) dalam beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah, setelah itu akan terulang kembali  babak (5) Kekhalifahan mengikuti pola (Manhaj) kenabian. Kemudian Rasul SAW terdiam.” (HR. Ahmad).

Mengingat bahwa ini merupakan babak paling kelam dalam sejarah ummat Islam, maka sudah sepantasnya kita mempersiapkan diri menghadapi keluarnya puncak fitnah di babak ini. Sungguh kita patut menduga bahwa keluarnya Ad-Dajjal untuk menebar fitnah bakal berlangsung di babak keempat ini, babak dimana kita sedang hidup dewasa ini.!

Dan tahukah kita apa yang akan dinyatakan oleh Ad-Dajjal saat ia keluar ke tengah ummat manusia? Fitnah besar apakah yang akan ditampilkan olehnya? Nabi Muhammad SAW menjelaskan dalam hadits berikut:
يَا عِبَادَ اللَّهِ فَاثْبُتُوا فَإِنِّي سَأَصِفُهُ لَكُمْ صِفَةً لَمْ يَصِفْهَا إِيَّاهُ نَبِيٌّ قَبْلِي يَقُولُ أَنَا رَبُّكُمْ وَلَا تَرَوْنَ رَبَّكُمْ حَتَّى تَمُوتُو.
“Wahai hamba Allah, wahai para manusia, teguhkanlah diri kalian, karena aku akan menerangkan sifat-sifatnya (Ad-Dajjal) yang belum pernah diterangkan oleh seorang Nabi pun sebelumku. Ia (Ad-Dajjal) akan berkata: ‘Aku adalah Rabb kalian.’ Sedangkan kalian tidak akan bisa melihat Allah kecuali setelah kalian meninggal.” (HR. Ibnu Majah–4067).

Inilah fitnah besar yang akan terjadi saat Ad-Dajjal keluar. Ia akan mengaku dirinya sebagai Rabb.! Persis sebagaimana dahulu kala Fir’aun meng-klaim dirinya sebagai Rabb di hadapan masyarakat Mesir yang dipimpinnya.
فَحَشَرَ فَنَادَى فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الأعْلَى.
“Maka dia (Fir’aun) mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya. (Seraya) berkata: “Akulah Rabb-mu yang paling tinggi”. (QS An-Naazi’at: 23-24).

Keluarnya fitnah Al-Masih Ad-Dajjal menjadi seperti pengulangan sejarah Fir’aun. Sungguh Ad-Dajjal dan Fir’aun memang memiliki kesamaan yaitu dalam hal kedua-duanya sama-sama merupakan penguasa zalim alias thaghut. Bahkan semua thaghut sepanjang zaman pada hakikatnya memiliki kesombongan yang mirip antara satu sama lainnya. Hanya saja ada yang sampai ke derajat mengaku secara terbuka bahwa dirinya adalah Rabb tandingan Allah dan ada yang tidak menyatakannya secara lisan, tetapi sikap dan perilakunya kurang lebih sama, yaitu bertingkah seolah dirinya merupakan tandingan bagi Allah. Thaghut menuntut masyarakat untuk mentaati dirinya sebagaimana manusia semestinya mentaati Allah. Thaghut menuntut dirinya dicintai sebagaimana manusia semestinya mencintai Allah. Tetapi claim diri sebagai Rabb yang bakal dilakukan oleh puncak thaghut–yakni Ad-Dajjal- akan sangat berbeda dari yang pernah dilakukan oleh thaghut manapun sepanjang zaman. Mengapa? Karena Ad-Dajjal tidak saja bermodalkan kesombongan dan kekuasaan, tetapi ia bakal diizinkan Allah menampilkan sihir tingkat tinggi untuk meyakinkan manusia bahwa dirinya memang benar-benar Rabb tandingan Allah SWT.!! Dajjal bakal tampil dengan aneka keluar-biasaan alias hal-hal supra-natural yang menyebabkan banyak manusia menjadi sulit mengingkari bahwa Dajjal merupakan Rabb tandingan Allah. Perhatikanlah hadits Nabi Muhammad SAW di bawah ini:
يَا عِبَادَ اللَّهِ فَاثْبُتُوا فَإِنِّي سَأَصِفُهُ لَكُمْ صِفَةً لَمْ يَصِفْهَا إِيَّاهُ  نَبِيٌّ قَبْلِي يَقُولُ أَنَا رَبُّكُمْ وَلَا تَرَوْنَ رَبَّكُمْ حَتَّى تَمُوتُوا
“Wahai hamba Allah, wahai para manusia, teguhkanlah diri kalian, karena aku akan menerangkan sifat-sifatnya (Ad-Dajjal) yang belum pernah diterangkan oleh seorang Nabi pun sebelumku. Ia  akan berkata: ‘Aku adalah Rabb kalian.’ Sedangkan kalian tidak akan bisa melihat Allah kecuali setelah kalian meninggal. (HR. Ibnu Majah–4067).

Nabi Muhammad SAW menerangkan kepada ummat Islam sifat-sifat Ad-Dajjal yang belum pernah diterangkan oleh seorang Nabipun sebelum beliau. Dan ketika Ad-Dajjal meng-claim dirinya adalah Rabb, Nabi memberikan satu kunci penting kepada kita agar tidak kena tipuan Dajjal. Nabi mengingatkan bahwa manusia tidak akan bisa melihat atau memandang Allah selagi masih hidup di dunia fana ini. Nanti, setelah meninggal dunia baru Allah izinkan manusia melihat Rabb semesta alam, yaitu Allah SWT.
أَنَّ أُنَاسًا فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ نَرَى رَبَّنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَمْ هَلْ تُضَارُّونَ فِي رُؤْيَةِ الشَّمْسِ بِالظَّهِيرَةِ ضَوْءٌ لَيْسَ فِيهَا سَحَابٌ قَالُوا لَا قَالَ وَهَلْ تُضَارُّونَ فِي رُؤْيَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ ضَوْءٌ لَيْسَ فِيهَا سَحَابٌ قَالُوا لَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا تُضَارُونَ فِي رُؤْيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا كَمَا تُضَارُونَ فِي رُؤْيَةِ أَحَدِهِمَا.
Sejumlah orang pada masa Rasulullah SAW bertanya; ‘Ya Rasulullah, apakah kami dapat melihat Allah pada hari kiamat? Nabi SAW menjawab. ‘Iya, ‘’apakah kalian merasa kesulitan melihat matahari yang terang benderang serta tidak ada mendung?” Mereka berkata: “Tidak wahai Rasulullah!” lalu RasulullahSAW bersabda: “Apakah kalian merasa kesulitan melihat rembulan pada malam purnama yang tidak ada mendung dibawahnya?”, mereka berkata; “Tidak, wahai Rasulullah!” Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya kalian akan melihat-Nya kelak pada hari kiamat tanpa merasa kesulitan sebagaimana kalian melihat salah satu dari keduanya (matahari dan bulan).” (HR. Bukhari).

Tetapi masalahnya bukan sekedar mengaku sebagai Rabb. Ad-Dajjal kelak akan menampilkan berbagai atraksi supra-natural yang menyihir banyak manusia sehingga menjadi yakin bahwa Dajjal memang benar-benar Rabb tandingan Allah SWT. Selanjutnya Nabi Muhammad SAW bersabda:
وَإِنَّ مِنْ فِتْنَتِهِ أَنْ يَقُولَ لِأَعْرَابِيٍّ أَرَأَيْتَ إِنْ بَعَثْتُ لَكَ أَبَاكَ وَأُمَّكَ أَتَشْهَدُ أَنِّي رَبُّكَ فَيَقُولُ نَعَمْ فَيَتَمَثَّلُ لَهُ شَيْطَانَانِ فِي صُورَةِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ فَيَقُولَانِ يَا بُنَيَّ اتَّبِعْهُ فَإِنَّهُ رَبُّكَ.
“Dan di antara fitnah (Ad-Dajjal) juga adalah, ia akan berkata kepada seorang Arab, ‘Pikirkanlah olehmu, sekiranya aku dapat membangkitkan ayah dan ibumu yang telah mati, apakah kamu akan bersaksi bahwa aku adalah Rabb-mu? ‘ Laki-laki Arab tersebut menjawab, ‘Iya.’ Kemudian muncullah setan yang menjelma di hadapannya dalam bentuk ayah dan ibunya, maka keduanya berkata, ‘Wahai anakku, ikutilah ia (Ad-Dajjal), sesungguhnya dia adalah Rabb-mu.’ (HR. Ibnu Majah–4067).

Subhanallah.! Bayangkan, Allah bakal mengizinkan Dajjal meyakinkan seorang Arab bahwa dirinya benar-benar Rabb. Dan si Arab itu bakal mempercayainya karena Dajjal (seolah-olah) berhasil menghidupkan kembali kedua orang-tua si Arab tersebut yang sudah meninggal dunia. Kemudian kedua orang-tuanya itu bersaksi bahwa Ad-Dajjal memang Rabb si orang Arab itu. Kedua orang-tuanya berkata: ‘Wahai anakku, ikutilah ia (Ad-Dajjal), sesungguhnya dia adalah Rabb-mu.’ Na’udzubillahi min dzaalik.!

Bukan hanya itu keluarbiasaan atau sihir Ad-Dajjal. Ia bahkan diizinkan menyembuhkan berbagai penyakit yang diidap manusia. Di antaranya menyembuhkan penyakit buta serta orang berkulit belang.
وَإِنَّهُ يُبْرِئُ الْأَكْمَهَ وَالْأَبْرَصَ وَيُحْيِي الْمَوْتَى وَيَقُولُ لِلنَّاسِ أَنَا رَبُّكُم.ْ
Nabiyullah SAW  bersabda: “Sesungguhnya Ia (Ad-Dajjal) dapat menyembuhkan orang buta, orang berkulit belang, menghidupkan orang mati.” (HR Ahmad–19292).

Semua hal di atas jelas berpotensi menyebabkan manusia menjadi takjub dan mudah mempercayai bahwa Ad-Dajjal adalah Rabb selain Alah SWT . Apalagi mereka yang merasakan manfaat perbuatan Ad-Dajjal. Orang yang tadinya buta kemudian menjadi dapat melihat tentunya akan sangat berterimakasih kepada Ad-Dajjal. Orang yang tadinya berpenyakit kulit belang kemudian menjadi sembuh tentu akan sangat berterimakasih kepada Dajjal. Orang yang menyaksikan bahwa Dajjal sanggup menghidupkan orang yang sudah mati tentunya dengan mudah menjadi yakin bahwa Dajjal-lah Rabb yang menghidupkan dan mematikan makhluk.! Laa haula wa laa quwwata illa billaah.!

Selanjutnya Nabi Muhammad SAW menerangkan bahwa barangsiapa takjub menghadapi berbagai perkara supra-natural yang ditampilkan oleh Ad-Dajjal, maka ia bakal segera terfitnah oleh Dajjal. Sebab saat ia sedang takjub itulah Ad-Dajjal segera melontarkan pernyataan batil yang menjadi fitnah terbesar, yaitu: “Akulah Rabb kalian.” Dan barangsiapa membenarkan pengakuan batil Dajjal itu dengan kesaksian: “Engkau adalah Rabb-ku,” maka ia telah terkena fitnah Ad-Dajjal. Sebab manusia itu berarti telah melakukan puncak dosa yang tak bakal terampuni yaitu syirik (mempersekutukan) Allah...’’
وَيَقُولُ لِلنَّاسِ أَنَا رَبُّكُمْ فَمَنْ قَالَ أَنْتَ رَبِّي فَقَدْ فُتِنَ.
“… dan (Ad-Dajjal) berkata kepada manusia, “Akulah Rabb kalian.” Barangsiapa berkata, “Engkau adalah Rabb-ku,” maka ia telah terkena fitnahnya.” (HR. Ahmad–19292).

Sedangkan dosa syirik menyebabkan si pelaku tidak bakal terampuni jika dia tidak bertaubat dari dosa syirik tersebut sebelum ajal menjemput. Semua dosa selain syirik masih mungkin diampuni Allah. Tetapi tidak demikian halnya dengan dosa syirik.
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ  لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa’: 48).

Adapun terhadap mukmin sejati Ad-Dajjal tidak bakal berhasil memfitnahnya. Sebab seorang mukmin membekali dirinya dengan kemantapan iman-tauhid bahkan sejak Ad-Dajjal belum keluar.
وَيَقُولُ لِلنَّاسِ أَنَا رَبُّكُمْ فَمَنْ قَالَ أَنْتَ رَبِّي فَقَدْ فُتِنَ وَمَنْ قَالَ رَبِّيَ اللَّهُ حَتَّى يَمُوتَ فَقَدْ عُصِمَ مِنْ فِتْنَتِهِ وَلَا فِتْنَةَ بَعْدَهُ عَلَيْهِ وَلَا عَذَاب.
“… dan (Ad-Dajjal) berkata kepada manusia, “Akulah Rabb kalian.” Barangsiapa berkata, “Engkau adalah Rabb-ku,” maka ia telah terkena fitnahnya. Dan siapa yang mengatakan: “Allah-lah Rabb-ku,” hingga ajal menjemputnya, maka ia telah terlindungi dari fitnah Dajjal, dan tidak ada lagi fitnah maupun siksa (Dajjal) terhadap dirinya.” (HR. Ahmad–19292).

Keadaan yang digambarkan hadits di atas sungguh sangat mirip dengan beberapa peristiwa yang terjadi sekarang. Para pengikut atau fans Lady Gaga sedemikian tersihirnya oleh tipuan Ratu Setan itu sehingga mem-publish lewat twitter pernyataan Gaga Akbar.! Na’udzubillahi min dzaalika. Suatu pernyataan yang bagi seorang mukmin sejati hanya berhak ditujukan kepada Allah SWT yakni Allahu Akbar.

Para pembela thaghut syiah Bashar Asad di Suriah sedemikian tersihir oleh pesonanya sehingga memaksa rakyat muslim melafalkan kesaksian batil yaitu Laa ilaaha illa Bashar (tiada ilah selain Bashar Asad)…! Na’udzubillahi min dzaalika. Suatu pernyataan yang bagi seorang mukmin sejati hanya berhak ditujukan kepada Allah SWT yakni Laa ilaaha illAllah.

Mukmin sejati menyadari pentingnya memelihara iman-tauhidnya bahkan sebelum puncak fitnah –yakni Ad-Dajjal- keluar ke tengah umat manusia. Bahkan ketika dunia diwarnai oleh aneka fitnah pra-Dajjal seorang mukmin telah bersusuah-payah memelihara iman-tauhidnya dengan tidak terjebak oleh aneka fitnah tersebut. Bahkan ketika dunia modern membentuk dirinya menjadi sebuah Novus Ordo Seclorum (tatanan dunia baru) alias Sistem Dajjal ia telah memasang sikap dan antisipasi memelihara iman-tauhidnya.

Seorang mukmin sejati tidak bakal tertipu oleh budaya kafir yang memfitnah manusia dengan sajian hiburan semisal seorang Ratu Setan yang menyebarluaskan berbagai ritual setan dibungkus erotisme, pornografi serta gaya hidup lesbianisme dan gay. Seorang mukmin sejati tidak bakal tertipu oleh ideologi kafir yang menyerukan sekularisme, pluralisme dan liberalisme dibungkus slogan palsu semisal sikap obyektif-universal, tidak diskriminatif, kebinekaan serta kebebasan. Seorang mukmin sejati tidak bakal tertipu oleh sistem politik kafir yang menyerukan kedaulatan di tangan sekumpulan manusia bukan di Tangan Allah, Raja langit dan bumi, dibungkus dengan slogan menyesatkan semisal demokrasi. Seorang mukmin sejati tidak bakal tertipu oleh sistem hukum kafir yang memberikan wewenang kepada manusia atau sekumpulan manusia untuk menetapkan legal-ilegal, baik-buruk serta halal-haramnya suatu perkara, padahal ini merupakan hak prerogratif milik Allah SWT.

Pantas bilamana Nabi Muhammad SAW memperingatkan para sahabat agar memastikan diri dapat selamat menghadapi rangkaian fitnah sebelum keluarnya fitnah Ad-Dajjal. Sebab keselamatan iman-tauhid seseorang pada masa fitnah sebelum keluarnya fitnah Ad-Dajjal, menjamin keselamatan iman-tauhidnya ketika Ad-Dajjal keluar. Dan itu berarti sebaliknya, barangsiapa sebelum Ad-Dajjal keluar saja sudah terjerembab ke dalam aneka fitnah pra-Dajjal, maka jangan harap dirinya bakal sanggup selamat menghadapi fitnah Ad-Dajjal, sebab ia merupakan fitnah paling dahsyat sepanjang zaman.!

Jadi barangsiapa justeru menjadi pendukung dan pembela Ratu Setan, thaghut seperti Bashar Asad, faham sekularisme-pluralisme-liberalisme, sistem politik demokrasi, hukum produk manusia, berarti ia telah terfitnah oleh berbagai fitnah pra-Dajjal. Maka jangan harap ia bakal sanggup menghadapi fitnah Ad-Dajjal, sebab fitnah Ad-Dajjal merupakan puncak fitnah yang jauh lebih dahsyat daripada segenap fitnah sebelum fitnah Ad-Dajjal.!!!
لَأَنَا لَفِتْنَةُ بَعْضِكُمْ أَخْوَفُ عِنْدِي مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ  وَلَنْ يَنْجُوَ أَحَدٌ مِمَّا قَبْلَهَا إِلَّا نَجَا مِنْهَا وَمَا صُنِعَتْ فِتْنَةٌ مُنْذُ كَانَتْ الدُّنْيَا صَغِيرَةٌ وَلَا كَبِيرَةٌ إِلَّا لِفِتْنَةِ الدَّجَّالِ.
Ad-Dajjal disebut-sebut di dekat Rasulullah SAW lalu beliau bersabda: “Sungguh fitnah sebagian dari kalian lebih aku takutkan dari fitnahnya Ad-Dajjal dan tidak ada seorangpun dapat selamat dari fitnah-fitnah  sebelum fitnah Ad-Dajjal melainkan pasti selamat pula dari (fitnah Dajjal) sesudahnya, dan tidak ada fitnah yang dibuat sejak adanya dunia ini –baik kecil ataupun besar- kecuali untuk fitnah Ad-Dajjal.” (HR. Ahmad–22215). Wallahu 'Alam. UA.^)^

Kamis, 14 Maret 2013

Kerajaan Lamuri di Aceh Besar

"Save for Lamuri"
Oleh: Haekal Afifa

Dalam beberapa catatan sejarah, di ujung utara Pulau Sumatera dibuka sebuah kerajaan oleh rambongan suku bangsa Mon Khmer, dikepalai oleh Maharadja Indra Purba Sjahir Dauli. Yakni kerajaan Indra Purba yang dikenal dengan bandar Lamuri.

Kerajaan Indra Purba (Lamuri) saat itu mempunyai tiga daerah pertahanan yang sangat strategis posisinya pada masa itu, yakni: Pertama, Indra Puri; yang sekarang masuk dalam kawasan mukim XXII Aceh Besar, Indra Puri dikenal dengan bandarnya Peukan Lam Ili dan juga terdapat bekas kuil hindu hingga ketika Islam masuk ke Aceh kuil tersebut dijadikan sebagai masjid (Masjid Indrapuri sekarang). Kedua, Indra Patra; letaknya dipantai laut didaerah Ladong (Mukim XXVI) dan bandarnya dikenal dengan Krueng Raya. Bekas bentengnya kemudian dijadikan sebagai masjid (masjid Indra Patra) dan juga saat itu di Indra Patra terdapat pesenggarahan negara, yakni komplek perumahan yang dapat menampung seribu tamu negara sehingga komplek itu dikenal dengan Rumoh Siribee.

Ketiga, Indra Purwa; terletak dipantai laut Pasi Neudjid (Mukim VI/Peukan Bada sekarang) dan kawasan pertahanan Indra Purwa saat itu dinamai Indra Keusumba (sekarang dinamai Buket Seubeun, Nusa dan kawasan sekelilingnya). Bandar pertahanan Indra Purwa ketika itu bernama Lambaroo Neudjid, dan Indra Keusumba bagian barat dinamai Peukan Oelee-glee (dipersimpangan jalan Rima dan Peukan Bada sekarang). Daerah pertahanan Indra Purwa/Indra Keusumba masuk dalam mukim XXV sekarang. (Tawarich Radja-Radja Kerajaan Aceh, M. Junus Djamil, 1968)

 Aceh Lhee Sagoe
Dari tiga benteng pertahanan itulah ketika Kerajaan Aceh Darussalam terbentuk dikenal dengan sebutan Aceh Lhee Sagoe (Atjeh Tiga Sagi; Sagi XXVI Mukim, Sagi XXV Mukim, Sagi XXII Mukim) yakni daerah Aceh Besar sekarang. Bukan seperti pemahaman sebagian masyarakat Aceh saat ini yang menyangka bahwa Aceh Lhee Sagoe itu adalah Aceh secara keseluruhan.

Tiga sagi itulah kemudian dicatat dalam hasil riset Snouck Hurgronje dalam bukunya de Atjehers (1893) bahwa orang Aceh melambangkan bentuk Kerajaan Aceh Lhee Sagoe dengan Jeu’ee (alat penampi beras). Bagian ujung Jeu’ee yang menyempit dimaknai sebagai muara sungai (Krueng Aceh) yang berfungsi sebagai mulut tampah untuk mengumpulkan kotoran beras.

Pada tahun 414 H (1024 M) Kerajaan Indra Purba mendapat serangan dari kerajaan India Reandra Cola Mandala, sehingga Kerajaan Indra Purba kalah dan kesatuannya pun terpecah. Tiga daerah pertahanan Indra Purba masing-masing berdiri sendiri. Bahkan Kerajaan Indra Purwa yang sudah berdiri sendiri juga mendapat serangan dari kerajaan Seudu (Cantoli) yang dipimpin oleh seorang panglima wanita yang bernama Puteri Nian Nio Liang Khi (putri Raja Seudu dynasti Liang Khi- terkenal dengan Putro Neng).

Setelah dia menaklukkan Indra Purwa maka serangan ditujukan kepada Kerajaan Indra Purba (Lamuri) yang ketika itu diperintah oleh Maharaja Indra Sakti. Ketika Putroe Neng menyerang Lamuri dia mendirikan benteng penyerangan di daerah yang disebut Lingke sekarang (berasal dari kata Liang Khi).

Saat ini, Kerajaan Lamuri (Indra Purba) hanya menjadi bagian dari sejarah Kerajaan Aceh yang menjadi simbol kegemilangan, Kerajaan Lamuri yang umurnya lebih tua dari peradaban Kerajaan Sriwijaya Palembang tersebut masih bisa kita saksikan artefak dan peninggalan sejarahnya.

Artefak sejarah
Artefak sejarah itu tidak dimasukkan dalam warisan sejarah yang harus dilindungi, bahkan ada artefaknya yang sudah tidak jelas riwayatnya kemana. Apabila kita perhatikan peta Aceh Besar (kaart van groot Atjeh), kita dapat melihat bahwa posisi Indra Purwa dan artefaknya telah terbenam di laut antara pantai Lambaro di Ujong Pancu dan Pulau Angkasa di kawasan Sagi XXV (Mc Kinnon, 2004).

Ironis, ketika kita mengaku sebagai bangsa yang berperadaban dan menjunjung tinggi nilai sejarah sebagai sebuah identitas dan asal usul dari sebuah bangsa, justru kita sendiri yang merusak dan membiarkannya hilang ditelan masa. Tanpa ada upaya yang signifikan merawat dan menjaga untuk dijadikan warisan kepada anak-cucu kita, agar mereka kelak tidak kehilangan identitasnya.

Memang, setelah tsunami menerjang Aceh banyak benda-benda sejarah menjadi korban. Akan tetapi sangat tidak masuk akal ketika dalam proses rekonstruksi pascatsunami, situs sejarah seperti makam-makam digusur karena termasuk dalam planning project pembangunan, seperti salah satu temuan komunitas Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa) di kawasan Lambhuk, yang salah satu makam di daerah tersebut harus dikikis oleh program pembangunan drainase kota.

Yang lebih menyakitkan, seperti yang diberitakan oleh berbagai media (19/5/12) bahwa kawasan Kerajaan Lamuri (Indra Purba) di Lamreh, Krueng Raya Aceh Besar, konon kabarnya telah dijual kepada salah satu investor Cina dengan harga Rp 17.000 per meter persegi, untuk kepentingan pembangunan Lapangan Golf bahkan pemerintah sudah memberikan izin kepada pengusaha tersebut (Serambi, 20/5/12). Padahal dalam kawasan tersebut masih tersimpan barang-barang sejarah, artefak dan makam para ulama Aceh (salah satunya makam Syeikh Shadru Islam Maulana Ismail) dan makam raja-raja Lamuri seperti Sultan Malik Muhammad Syah yang wafat pada 1444 Masehi.

 Dinasti ‘Liang Khi’
Menjadi tanda tanya besar, mengapa investor Cina dimaksud sangat berobsesi untuk membeli lahan tersebut? Jika alasan yang dikemukan hanya untuk membangun Lapangan Golf sangat tidak rasional dengan kondisi psikososial masyarakat di Lamreh yang tidak hobi, bahkan mungkin tidak tertarik bermain golf.

Akan tetapi, jika dilihat dari historisnya, bahwa Lamuri pernah dijajah oleh Kerajaan Seudu dari dinasti Liang Khi Cina, besar asumsi bahwa investor Cina tersebut tetarik dengan kandungan sejarah yang ada dalam kawasan Lamuri yang sangat bernilai bagi peradaban Cina.

Sungguh jika ini terjadi, mungkin kita termasuk bangsa yang tidak bisa berterimakasih kepada sejarah dan masa lalu? Ataupun mungkin sebagian dari Pemerintah kita salah dalam menafsirkan hadih maja Aceh; “Meunjoe ka pakat, lampoh djrat tapeugala?” sehingga Pemerintah telah bersepakat untuk menjualnya?

Atau mungkin sengaja dilakukan demi kepentingan “harta karun” yang masih terpendam dalam bumi Lamuri? Yang jelas, seperti kata Van Switen; Sebuah bangsa tidak akan mati karena menginsafi kesalahan yang pernah dibuatnya. Tetapi suatu bangsa akan mati jika mengulangi kembali kesilapan yang pernah dibuatnya.

Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi? Save For Lamuri!