Jumat, 27 Mei 2011

"Kopi Luwak dalam Fikih Islam"

Kontroversi Kopi Luwak: Antara Halal dan Haram

Oleh: Prof. Dr. Fazzan, MA

Kopi luwak kini tengah gencar dipromosikan. Mungkin, pembaca termasuk penggemarnya yang suka menikmati kelezatannya. Apakah kopi luwak itu? Bagaimana hukum mengonsumsinya? Tulisan ini akan mengkajinya dari kacamata hukum fikih. Kopi luwak adalah kopi yang telah dipilih dan dimakan oleh binatang luwak. Luwak memilih buah kopi yang mempunyai tingkat kematangan yang sempurna berdasarkan rasa dan aroma, mengupasnya dengan mulut, lalu menelan lendir yang manis serta bijinya.
Biji kopi yang masih terbungkus kulit pembalut yang keras/kulit tanduk (semacam tempurung dalam kelapa) tidak hancur dalam pencernaan luwak. Sistem pencernaan luwak yang kondusif membuat biji kopi yang keluar bersama feses/kotoran luwak masih utuh terbungkus kulit. Pada saat biji kopi berada dalam pencernaan luwak, terjadi proses fermentasi secara alami selama kurang lebih 10 jam. Prof Massiomo Marcone seorang guru besar dari Kanada menyebutkan bahwa fermentasi pada percernaan luwak ini menjadikan kopi berkualitas tinggi. Selain berada pada suhu fermentasi optimal 24-26 derajat C, juga dibantu oleh enzim dan bakteri yang berada di pencernaan luwak tersebut.
Apakah biji kopi yang keluar dari perut luwak bersama kotorannya itu hukumnya halal dikonsumsi? Bukankah ia telah tercampur dengan najis, yaitu feses luwak? Untuk mengkaji masalah ini, fuqaha’ telah mengkajinya ratusan tahun yang silam. Dalam menghukumi apakah kopi luwak itu halal atau haram, kajian fikih mengawalinya dari paradigma atau sebuah pertanyaan, apakah kopi yang berada di dalam pencernaan luwak yang kemudian keluar bersama fesesnya itu najis atau mutanajjis?
Apabila biji kopi yang keluar bersama kotoran luwak itu dihukumi najis, kopi luwak itu jelas tidak halal/haram dikonsumsi. Namun, apabila status biji kopi yang keluar dari perut luwak itu dihukumi mutanajjis (hanya bersentuhan najis), biji kopi itu dapat disucikan dengan air mutlak dan halal untuk dikonsumsi. Tentu, setelah melalui proses dibersihkan kulitnya, digongso/digoreng, dan dilembutkan menjadi bubuk kopi.
Nah, bagaimana pandangan fikih terhadap masalah ini? Dalam buku-buku fikih, disebutkan bahwa biji-bijian yang keluar bersama kotoran atau muntah hewan itu dihukumi mutanajjis, dengan catatan biji-bijian itu keras, masih utuh, tidak berubah, yang indikasinya apabila biji-bijian itu ditanam, bisa tumbuh. Biji-bijian tersebut bisa menjadi suci karena dicuci dan halal dimakan. Namun, apabila biji-bijian itu telah berubah, dihukumi najis.
Dalam kitab Fathul Mu’in dengan syarah I’anah ath-Thalinin juz I, disebutkan bahwa apabila ada hewan memuntahkan biji-bijian atau keluar dari perutnya bersama fesesnya, lalu biji-bijian itu keras, masih utuh sehingga kalau ditanam bisa tumbuh; biji-bijian itu pun statusnya mutanajjis, tidak najis. Biji-bijian itu menjadi suci dengan cara dicuci dan halal dimakan.
Hal yang sama disebutkan dalam kitab Majmu’ Syarah Muhazzab juz II karya Imam Nawawi pada bab najis. Dengan demikian, apabila kopi luwak yang keluar dari perut luwak bersama kotorannya tersebut masih dalam kondisi utuh dan dipastikan tidak ada kotoran luwak yang merembes ke biji kopi tersebut; kopi luwak itu hanya mutanajjis (terkena /bersentuhan najis) sehingga bisa menjadi suci dengan cara dicuci dengan air mutlak. Hal ini akan membuat hilang ketiga macam sifatnya (warna, rasa, dan bau najis/feses luwak).
Dalam hal iini, Koordinator Tenaga Ahli LPPOM MUI, Dr Khaswar Syamsu, salah seorang dosen IPB. Beliau mengatakan bahwa kopi yang keluar bersama kotoran luwak itu ketika ditanam memang dapat tumbuh. Hal yang sama dinyatakan oleh salah seorang petani kopi luwak.
Apabila kita telah yakin terhadap hal ini, kita dapat menjadikan jawaban itu sebagai pedoman untuk isbat al-Hukm asy-Syar’i (menetapkan hukum Islam) atau berfatwa. Kita tidak perlu lagi mengundang ahlinya. Namun, apabila kita belum yakin dengan hal tersebut, kita perlu mengundang ahlinya untuk meyakinkan. Hal ini dilakukan agar fatwa yang dikeluarkan benar-benar berdasarkan ilmu dan kebenaran.
Apabila biji kopi itu benar-benar masih utuh dan tidak berubah, statusnya sebagai barang suci yang terkena najis/mutanajjis, bukan najis. Ia akan menjadi suci dan halal setelah dicuci dengan air mutlak dengan menghilangkan tiga sifatnya (rasa, bau, dan warna). Hal ini sejalan dengan kaidah hukum Islam, Wal-Aslu Baqau Ma Kana ‘ala Ma Kana. Yang artinya, “Pada dasarnya, segala sesuatu itu dihukumi sesuai dengan hukum asalnya (yang telah ada padanya).”
Sebelum terkena najis, kopi itu jelas suci dan halal. Dengan demikian, setelah terkena najis, ia dapat disucikan dan hukumnya tetap halal. Kita juga dapat berargumentasi dengan qiyas/analogi, yaitu di-qiyas-kan dengan cincin yang tertelan, kemudian keluar bersama feses manusia. Cincin itu statusnya mutanajjis, dapat suci kembali setelah dicuci.
Di belahan wilayah Indonesia yang hutannya ada durian atau ada pohon durian yang dekat hutan, sering terjadi ada buah durian ditelan seekor gajah dalam keadaan utuh dan keluar bersama fesesnya dalam kondisi masih utuh. Konon, durian itu banyak yang mencari dan memperebutkannya. Mengapa? Katanya, rasanya amat lezat. Kasus durian ini menurut hemat penulis dapat di-qiyas-kan dengan kopi luwak.

Minggu, 22 Mei 2011

"Bom Bunuh Diri dalam Kacamata Syar'i"

 "Bom Bunuh Diri dalam Perspektif Syar'i"
 Oleh: Prof. Dr. Fazzan, MA
Mencuatnya aksi-aksi peledakan ala kamikaze Jepang, dimana pelaku meledakkan dirinya sendiri dengan bom yang terjadi, menjadi wacana yang menarik untuk dikaji. Beberapa pandangan muncul; ada yang mengatakan aksi meledakan diri dengan bom sama dengan mati konyol,sia-sia, dll.  Bagaimana Islam menjelaskan fenomena tersebut secara detail dan jelas.
Pertama-tama, secara literal harus dibedakan antara intihâr (bunuh diri) dan istisyhâd (keinginan mati syahid). Istisyhâd, sebagaimana lazimnya syahâdah (mati syahid)-dunia dan akhirat-terjadi manakala seorang mujahid mati di medan perang, atau meninggal dunia akibat luka-luka dari peperangan. Ini tentu berbeda dengan syahid akhirat, yang kepadanya berlaku hukum seperti orang mati biasa; dimandikan, dikafani, dishalati dan dimakamkan. Berbeda dengan syahid dunia atau syahid dunia-akhirat, yang tidak perlu dimandikan ataupun dikafani, cukup dishalati dan dimakamkan saja. Karena itu, istisyhâd (keinginan mati syahid) meniscayakan adanya medan perang secara langsung. Apalagi tidak semua peperangan identik dengan jihad.
Jihad menurut syariat Islam memang berperang, tetapi-sekali lagi-tidak semua peperangan identik dengan jihad. Misalnya, perang melawan bughat, dan perang saudara (qitâl al-fitnah), jelas bukan jihad.
Karena itu, masalah ini harus dipetakan berdasarkan sebab serta berbagai situasi dan kondisi yang menyertai kematian pelaku aksi tersebut:
Pertama, aksi istisyhâd yang dilakukan dengan cara menjemput kematian di medan perang, dengan duel langsung; berhadap-hadapan langsung dengan musuh, kemudian terbunuh, baik di tangan musuh maupun sesama mujahid-karena tidak tahu-maka aksi seperti ini masuk kategori istisyhâd yang dibenarkan.
Aksi seperti ini disepakati oleh para fuqaha sebagai bentuk syahid yang dibenarkan. al-Qurthubi menyatakan, Muhammad al-Hasan berkata, “Kalaupun ada seorang (mujahid) berperang menghadapi 1000 musuh kaum musyrik, sementara dia seorang diri, itu tidak masalah jika memang dia berambisi untuk meraih kemenangan atau menjadi tekanan bagi pihak musuh.”
Beliau melanjutkan, “Jika aksi itu ada manfaatnya bagi kaum Muslim, lalu dirinya binasa demi kemuliaan agama Allah, serta menjatuhkan mental kaum kafir, maka hal itu merupakan kedudukan yang mulia.” Berkaitan dengan paparan di atas, ada kisah kepahlawanan Anas bin Nadhar dalam peristiwa Perang Uhud. Saat itu Anas terjun di medan perang di tengah-tengah situasi kekalahan yang menyedihkan, terutama saat mendengar kabar, seolah-olah Rasulullah telah wafat. Kala itu, jasadnya penuh dengan luka hingga tidak seorang pun yang bisa mengenalinya, kecuali sudara perempuannya. Kepahlawanan beliau ini diukir dalam al-Qur’an:
“Di antara orang-orang Mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Lalu di antara mereka ada yang gugur dan ada (pula) di antara mereka yang menunggu-nunggu.” (Qs. al-Ahzab [33]: 23).
Kedua, aksi istisyhâd yang dilakukan dengan meledakkan diri sendiri, baik dengan menggunakan rompi bom ataupun bom mobil yang ditujukan untuk menyerang musuh (kaum kafir) yang tengah menduduki negeri kaum Muslim. Ini pun dengan catatan, jika aksi tersebut harus dilakukan untuk memerangi musuh. Sebab, kalau perang tersebut berhenti, musuh akan berhasil menguasai negeri kaum Muslim, dan kejahatan mereka sebagai pemenang perang akan semakin merajalela. Ini seperti yang terjadi di Palestina dan Irak, misalnya.
Aksi istisyhâd seperti ini dibenarkan, tetapi dengan catatan bahwa sasarannya tetap bukan kaum Muslim, atau tempat berkumpulnya kebanyakan orang Muslim seperti pasar, masjid dan sebagainya. Sebab, meninggalnya satu nyawa seorang Muslim masih lebih ringan bagi Allah ketimbang hilangnya seluruh dunia. Demikian sabda Nabi Saw.
Selain itu, menjadikan ahli dzimmah-Yahudi, Nasrani, atau orang musyrik-yang hidup dalam naungan Islam sebagai sasaran aksi tersebut juga tidak dibenarkan. Nabi Saw bersabda:
“Siapa saja yang menganiaya ahli dzimmah, maka sesungguhnya akulah yang akan menjadi penuntutnya.“
Ketiga, aksi meledakkan diri sendiri, melukai diri sendiri hingga mati, atau menembak diri sendiri yang semuanya dilakukan ketika berada dalam tawanan musuh, atau pasukan yang diklaim sebagai musuhnya. Tujuannya agar bisa melepaskan diri dari siksaan musuh, atau agar tidak tertawan musuh, atau melepaskan diri dari pedihnya penderitaan akibat luka peperangan. Aksi seperti ini disepakti oleh para fuqaha sebagai bentuk bunuh diri (intihâr), bukan istisyhad. Hukumnya pun haram, dan jelas-jelas dilarang. Hal ini bisa disimpulkan dari hadis Nabi Saw yang menyatakan:
“Pernah ada kasus menimpa orang sebelum kalian; ada seseorang yang terluka, lalu mengambil sebilah pisau, kemudian dia gunakan untuk melukai tubuhnya hingga darahnya pun tidak mau berhenti, sampai akhirnya dia pun mati. Allah berfirman: Hamba-Ku telah bergegas menemui-Ku karena ulahnya, maka Aku pun mengharamkan surga untuknya.” (HR .al-Bukhari).
Hadis ini dengan jelas mengharamkan aksi bunuh diri yang dilakukan oleh seorang Muslim dengan tujuan untuk membebaskan diri dari penderitaan, sakit atau siksaan yang dialami; baik karena ditawan musuh ataupun sebab-sebab yang lain. Apalagi jika belum ditawan, misalnya saat terkepung dan hendak ditangkap, kemudian meledakkan diri, menembak diri sendiri, atau meminum obat tertentu hingga akhirnya mati. Jelas, aksi seperti ini lebih tidak boleh lagi, dan nyata diharamkan oleh Islam. Wallâhu a’lam bi ash-shawâb.
Dari paparan Hafidz Abdurrahman di atas, mudah-mudahan dapat mencerahkan pemikiran kita, sehingga kita dapat memetakan fenomena-fenomena yang terjadi. Apakah fenomena tersebut dibolehkan ataukah diharamkan.

Minggu, 15 Mei 2011

"Peradaban Islam"

Peradaban Islam Yang Hilang
(Telaah Kritis Terhadap Fenomena Umat Islam Saat Ini)

Oleh: Fazzan, MA

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Islam adalah agama rahmatan lilaalamiin, di dalamnya dikelola seluruh hajat kehidupan umat manusia, tanah, air, negara, pemerintahan lebih-lebih tentang struktur kehidupan umat manusia yang saling berkaitan satu sama lain.  Islam merupakan satu kekuatan untuk membangun peradaban yang beradab. Orang Islam sendiri mungkin tidak percaya apabila dikatakan bahwa hampir seluruh kemajuan Ilmu pengetahuan dan tekhnologi (Saintek) yang dicapai oleh Barat sekarang merupakan hasil proses panjang dari peradaban Islam yang telah hilang ditelan manipulasi-manipulasi sejarah. Masyarakat Islam kalau dikatakan sebagai penghasil peradaban terbesar bukanlah omong kosong, tetapi terukir dalam sejarah Islam sebagai peninggalan yang amat berharga bagi umat manusia. Peradaban Islam merupakan peradaban yang mempunyai sosok risalah universal yang menjunjung tinggi nilai moral manusia.

Sesungguhnya kalau kita membuka secara jujur bahwa Barat telah banyak berhutang budi kepada Islam. Karena Islamlah peletak dasar peradaban yang manusiawi. Menurut As-Siba’i bahwa peradaban Islam merupakan peradaban yang mengagumkan, karena Islam memiliki beberapa karakteristik yang tidak dimiliki oleh peradaban lain. Yaitu antara lain: Pertama, Islam berpijak pada asas Wahdaniyah (ketunggalan). Asas Wahdaniyah akan berpengaruh pada terangkatnya martabat manusia, dalam membebaskan rakyat jelata dari kelaliman raja maupun pejabat pemerintah. Karena dengan asas ketunggalan, manusia hanya menganggap satu yang mutlak, yakni Allah. Kedua, Peradaban Islam Bersandar Kepada Fitrah Kemanusiaan. Kesatuan jenis manusia tanpa membedakan asal-usul keturunan dan warna kulit, yang menjadi ukuran hanya tingkat ketakwaan. Ketiga, Peradaban Islam dibangun atas dasar prinsip-prinsip moral yang bisa dipertanggung jawabkan. Keempat, Peradaban Islam berpegang pada ilmu dan pangkalnya yang paling lurus dan akidahnya yang paling jernih. Ia berbicara kepada akal dan hati secara bersama-sama serta membangkitkan perasaan dan pikiran dalam waktu yang sama pula. Kelima, Peradaban Islam mempunyai toleransi keagamaan yang sangat tinggi dan tidak pernah dikenal oleh peradaban lain yang juga berpijak pada agama.

Dari lima karakteristik  peradaban Islam tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa peradaban Islam telah berhasil meletakkan pengaruh yang abadi yang ada dalam sejarah kemanusiaan di berbagai aspek pemikiran, moral dan material.

Dengan melihat fenomena masyarakat Muslim saat ini di negara-negara sedang berkembang yang mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti halnya Indonesia ibarat sesosok robot yang sedang berpasung. Ia akan bergerak sesuai keinginan sang pengendali. Yang lebih celaka lagi ialah bahwa yang mengendalikan robot tersebut adalah bukan orang Islam (muslim), tetapi umat di luar Islam (non muslim). Hal ini bisa kita lihat di era modernisasi dan perdagangan bebas sekarang ini. Bahwa umat Islam hanya dijadikan sebagai pasar perindustrian Barat. Islam hanya memiliki peran penting dari sikap kebiadaban Barat dan yang memainkan skenarionya adalah kaum Nasrani dan Yahudi. Sehingga Islam menjadi tumbal dalam segala permainan mereka, baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, hukum, politik lebih-lebih agama. Tidak sedikit umat Islam yang terjebak pada tindakan dehumanisasi (tindakan yang tidak berperikemanusiaan), seperti pembunuhan, perampokan, kemaksiatan, kemelaratan, lahirnya mental pejabat yang korup, sistem pemerintahan yang otoriter atau dalam bahasa kasar penulis adalah sistem pemerintahan ala Fir’aun, pemerintahan yang sewenang-wenang.

Kalau kita kemabali  melihat, bahwa sesungguhnya umat Islam mempunyai potensi besar dalam sumber daya insani dan sumber daya semangat jihad yang seharusnya mampu menguasai dunia. Namun, realitas umat Islam saat ini mempunyai ketergantungan yang relatif besar terhadap kekuatan-kekuatan lain, baik pada segi ekonomi, sosial, budaya, politik maupun Ideologi. Baik dalam skala mikro maupun dalam makro. Ideologi kapitalis dan sosialis membayang-bayangi umat Islam. Pertanyaan Besar Yang muncul adalah. Apakah faktor penyebab kebergantungan umat Islam terhadap kekuatan lain tersebut..........???. Dengan merujuk pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Maka salah satu jawabannya adalah bahwa umat Islam sendiri tidak lagi menerapkan konsepsi Islam dalam kehidupan sehari-hari. Padahal dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul tertuang segudang konsepsi hidup yang dapat mengatur segala tingkah laku kehidupan, akan tetapi umat Islam lagi-lagi tidak mampu menampilkanya dalam mewarnai kehidupan yang Islami. Syakib  Arsenal, (Seorang Fisikawan ke-Enam Sekaligus Aktivis Muslim Dunia) pernah mengatakan, bahwa umat Islam tidak akan pernah maju kalau hidupnya tidak disemangati semangat Al-Qur’an dan As-sunnah atau tidak menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman hidup (The way Of  life).

Masyarakat dewasa ini dalam bertingkah laku, berilmu pengetahuan, berpolitik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pendidikan dan dalam dimensi kehidupan lainnya, tidak lagi menjadikan Al-Qur’an sebagai rujukan. Yang mereka gunakan adalah kitab-kitab Pseudo (semu dan palsu) yang terdapat dalam buku-buku Iptek yang memuat pandangan-pandangan hidup kapitalis, sosialis, komunis, sekularis, materialis, zionis dan iblis. Buku seperti itu judulnya manusiawi sedangkan isinya materialis, yang jika kita simpulkan arahnya mengandung benih-benih ateisme. Padahal Allah SWT telah berfirman “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang tidak kamu mempunyai pengetahuan tentangnya, karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya itu akan ditanya” (Q.S Al-Isra’: 36). Inilah yang menjadi Petunjuk Iptek dalam segala kehidupan dewasa ini. Persepsi masyarakat terhadap Al-Qur’an hanya sebagai kitab sakral dan ritual, kitab simbol dan legitimasi dalam rangka membedakan pandangan secara kasat mata antara umat Islam dan umat non Islam. Sangat sedikit umat Islam menjadi Al-Qur’an sebagai kitab masa depan dan kitab Ilmu Pengetahuan.

Fenomena-fenomena tersebut merupakan fenomena yang terjadi saat ini di kalangan masyarakat muslim. Ini penyakit umat Islam yang harus segera disembuhkan. Oleh karena itu perlu langkah-langkah yang dapat mengobati penyakit tersebut. Umat Islam perlu Istiqamah, keterbukaan dan jiwa besar dikalangan umat Islam. Oleh karena itu mulai detik ini suatu keharusan bagi umat Islam untuk berjihad atau berhijrah dari sistem non-Islam kepada sistem Islam dalam berbagai dimensi kehidupan dengan segala konsekwensinya. Dan meneriakan bahwa Syariat Islam harus ditegakkan di Indonesia dan Bima khususnya. Semoga kita diberi kekuatan Iman, Islam, Ilmu dan Amal Oleh Allah Swt dalam mewujudkan kehidupan yang adil dan makmur.

Minggu, 08 Mei 2011

"Bukan Ulama Kalau Saling Menuding"

"Ulamaa' atau 'U lama' '"
(Kajian Realitas) 

“Hai orang-orang yang beriman, apabila orang-orang fasiq datang membawa berita kepadamu, maka periksalah lebih dahulu dengan seksama. Supaya jangan sampai mencelakakan orang lain, tanpa mengetahui keadaanya, Sehingga kamu menyesal akan kecerobohanmu itu “ (Al Hujurat Ayat 6)
“Hai orang-orang beriman! Janganlah hendaknya satu kaum mencela kaum yang lain, dengan bentuk apapun. Boleh jadi mereka yang dicela, lebih baik dari mereka yang mencela.”
“Hai orang-orang beriman! Jauhilah kebanyakan prasangka buruk. Sesungguhnya sebagian prasangka buruk itu, adalah dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain” (Al-Hujurat ayat 11-12).
Sejarah saling menuding sesat terhadap satu kelompok oleh kelompok lain sudah sangat sangat lama bahkan sama tuanya dengan sejarah agama itu sendiri. Perpecahan antara Sunni dan syiah mengawali sejarah saling tuding tersebut dimana ulama sunni yang menyebut diri sebagai Ahlul Sunnah dan di dukung oleh penguasa zaman itu menuding sesat bakan kafir kepada saudaranya dari kalangan Syiah. Konflik sunni syiah bukan hanya persoalan keyakinan akan tetapi lebih dominan unsur politik dan kepentingan penguasa saat itu.
Budaya sesat menyesatkan itu sepertinya sudah menjadi penyakit kronis di kalangan ulama dengan alasan mencegah kemungkaran dengan serta merta menunjuk telunjuk dengan lurus mengarahkan ke muka orang lain dan dengan mudah menuduh SESAT.
Kemarin (26/5) berita mengejutkan datang dari Aceh Timur dimana para ulama di sana mengeluarkan semua Ijma’ (kesepakatan) yang menyatakan bahwa Tarekat Naqsyabandiyah yang di ajarkan oleh Prof. Dr. Kadirun Yahya MA M.Sc sebagai aliran sesat dan menyesatkan. Ulama juga menganjurkan kepada pengikut tarekat itu untuk segera bertaubat dan kembali ke jalan yang benar sesuai dengan aliran ahli sunnah waj jamaah. Demikian berita yang saya baca di sebuah harian lokal di Aceh.
Tengku Muhibuddin Waly yang juga sekaligus sebagai Mursyid Tarekat Naqsyabandi di Aceh membacakan hasil keputusan ulama se Kecamatan Darul Aman, Aceh Timur sebagai berikut : “Setelah meneliti, mengkaji, dan mempertimbangkan, serta merujuk kepada Al Qur’an serta hadist, maka Tarekat Naqsyabandiyah yang mursyidnya Kadirun Yahya kami nyatakan tidak sesuai dengan aliran ahli sunnah wal jama’ah”. Sangat menggelikan memang, karena yang menuduh sesat itu disamping sama-sama pengamal Tarekat Naqsyabandi juga sama-sama bermazhab Syafii dan otomatis sama-sama pengikut ahlul sunnah.
Ijma’ yang dimaksudkan dalam berita di koran itu jangan anda bayangkan seperti sebuah pertemuan yang seluruhnya di hadiri oleh ulama dan mengadakan musyawarah dengan sungguh-sungguh dengan memgeluarkan berbagai macam kitab dan pendapat-pendapat ulama dahulu sebagai berbandingan. Kejadian di Aceh Timur itu tidak lebih sebuah penghakiman massa. Seluruh masyarakat dari berbagai golongan dikumpulkan bersama orang-orang yang menyatakan diri sebagai ulama dalam acara yang mereka sebut sebagai Musyawarah Akbar Terbuka kemudian secara sepihak mengeluarkan keputusan yang disebut “Ijma’” bahwa Tarekat Kadirun Yahya adalah SESAT!
Tuduhan Menyakitkan.
Selaku pengamal Tarekat Naqsyabandi, saya sangat menyayangkan sikap ulama di Aceh Timur terutama Tgk Muhibbudin Wali yang seharusnya bisa lebih bijak dan arif dalam menyikapi persoalan-persoalan tentang Tarekat. Beliau sebagai ulama tarekat yang disegani di seluruh Aceh seharusnya bisa menjadi jembatan penghubung antara orang-orang syariat dengan pengamal tarekat dan bisa menjadi pelindung para pengamal tarekat lain bukan malah menusuk dari belakang.
Ada beberapa tuduhan yang disampaikan kepada para pengamal Tarekat Kadirun Yahya dan mungkin tidak saya bahas disini secara mendetail karena tuduhan-tuduhan itu bukanlah fakta akan tetapi lebih kepada fitnah semata. Menarik kita simak kesimpulan dari ulama di Aceh Timur : “Setelah meneliti, mengkaji, dan mempertimbangkan, serta merujuk kepada Al Qur’an serta hadist, maka Tarekat Naqsyabandiyah yang mursyidnya Kadirun Yahya kami nyatakan tidak sesuai dengan aliran ahli sunnah wal jama’ah”
Kalau mau di teliti seharusnya Tgk Muhibbudin Wali beserta ulama yang tergabung dalam Majelis Ulama Nanggro Aceh (MUNA), HUDA dan MPU kecamatan Darul Aman Aceh Timur juga meneliti pusat tarekat ini di Universitas Panca Budi dan surau-surau lain bukan hanya meneliti di satu tempat kemudian menetapkan hukumnya. Sekitar akhir tahun 1998 di depan Prof. Dr. Jamaan Nur (murid Prof. Dr. Kadirun Yahya MA M.Sc) Tgk. Muhibbudin Wali menyatakan bahwa terekat Kadirun Yahya adalah muktabarah dan kalaupun ada perbedaan dengan tarekat naqsyabandi yang diamalkannya ibarat makan nasi yang berbeda lauk pauk sedangkan nasinya sama. Lalu kenapa dibelakang menyatakan pernyataan yang berbeda?
Kalaupun ada diantara pengikut tarekat Kadirun Yahya yang mengeluarkan pernyataan aneh dan tidak lazim seharusnya yang disesatkan adalah pribadinya bukan institusi. Sama halnya kalau ada polisi mencuri bukan lembaga kepolisian yang dibubarkan akan tetapi oknumnya yang di tindak. Kalau ingin menjadi ulama yang baik, seharusnya Tgk. Muhibbudin Waly memanggil para pengamal tarekat kemudian memberikan arahan dan bimbingan serta menasehati pengamal tarekat Kadirun Yahya agar hati-hati dalam menyampaikan kajian hakikat kepada masyarakat awam. Tgk. Muhibbudin bisa menghubungi pimpinan tarekat Kadirun Yahya yang ada di Medan dan saling bermusyawarah serta menjelaskan duduk persoalannya. Bukankah murid-murid Prof. Dr. Kadirun Yahya MA, M.Sc sebagian besar juga ulama yang memiliki ilmu pengetahuan syariat Islam di atas rata-rata, salah satunya adalah Prof. Dr. KH. Jamaan Nur, Guru Besar IAIN Raden Fatah Palembang.
Tgk Muhibbudin Wali tahun 2002 pernah ikut dalam acara pertemuan tarekat serumpun di Universitas Panca Budi dan dari hasil pertemuan itu disimpulkan bahwa Tarekat Serumpun semuanya muktabarah dan tidak menyimpang dari ajaran Islam. Tarekat Serumpun adalah tarekat Naqsyabandi yang mursyidnya bertemu di silsilah Syekh Sulaiman Zuhdi di Jabal Qubis Mekkah dan Tarekat Kadirun Yahya termasuk salah satu tarekat serumpun yang muktabarah.
Syekh Sulaiman Zuhdi mempunyai banyak murid di Indonesia antara lain :
Syekh Abdul Wahab Rokan yang di kenal dengan Syekh Basilam yang mendirikan perkempungan Tarekat Babussalam di Langkat Sumatera Utara.
Syekh Sulaiman Hutapungkut di daerah Sidempuan, Sumatera Utara. Salah seorang Murid Syekh Hutapungkut adalah Syekh Muhammad Hasyim Al-Khalidi dari Padang yang kemudian melanjutkan berguru kepada Syekh Ali Ridho di Jabal Qubais.
Syekh Ali Ridha di Mekkah yang kemudian meneruskan silsilahnya kepada Syekh Muhammad Hasyim Al-Khalidi di Buayan Sumatera Barat dan kemudian meneruskan silsilahnya kepada Syekh Kadirun Yahya MA. M.Sc Al-Khalidi.
Syekh Usman Fauzi di Jabbal Qubais yang meneruskan silsilahnya kepada Syekh Abdul Gani Batu Basurat di Riau dan kemudian meneruskan Silsilahnya kepada Abuya Syekh Muhammad Waly Al-Khalidy yang dikenal juga dengan sebutan Syekh Muda Wali di Labuhan Haji Aceh Selatan.
Abuya Syekh Muda Waly yang juga orang tua kandung dari Tgk. Muhibbudin waly mempunyai beberapa orang anak yang kesemuanya meneruskan misi orang tua mereka menyebarkan tarekat yaitu :
Tgk Muhibbudin Waly
Tgk. Amran Waly
Tgk. Jamaluddin Waly
Tgk. Muhammad Nasir Waly LC.
Antara Abuya Syekh Muda Waly dengan Prof. Dr. S.S. Kadirun Yahya masih satu guru dan sama-sama berada pada urutan ke-35 di hitung sejak Saidina Abu Bakar Siddiq. Kedua Syekh ini bertemu pada Ahli Silsilah ke-32 yaitu Syekh Sulaiman Zuhdi di Jabal Qubis Mekkah.
Kalau hari ini Tgk. Muhibbudin Wali menyatakan sesat kepada Prof. Dr. S.S. Kadirun Yahya itu sama dengan anda menyatakan sesat kepada diri sendiri karena ajaran tarekat yang beliau amalkan itu bersumber kepada satu Guru.
Kalau tulisan ini dibaca oleh Tgk Muhibbudin Waly atau salah seorang muridnya, saya ingin membuat sebuah permisalan. Misalkan suatu saat anda mempunyai banyak sekali murid dan meneruskan tarekat yang anda bawa dan murid anda pada generasi ke tiga saling menyalahkan dan menyesatkan, bagaimana perasaan anda?
Suatu saat murid dari Tgk. Amran Waly di Labuhan Haji mengeluarkan pernyataan sesat kepada salah seorang murid anda, bagaimana perasaan anda dan bagaimana sedihnya Abuya Syekh Muda Wali mengetahui hal ini.
Saya dapat informasi, Tgk. Amran Waly mengeluarkan pernyataan hakikat bahwa nabi Mumammad adalah wadah dari Allah dan orang-orang Aceh Utara yang awam sekali ilmu hakikat menyatakan Beliau sesat dan Tgk Muhibbudin Waly berdiam diri tanpa ada pembelaan padahal itu adalah saudaranya. Apakah anda juga ikut menyalahkan Tgk. Amran Waly?
Apakah pernah Abuya Syekh Muda Waly menyatakan sesat kepada orang lain?
Beliau tidak pernah menuduh orang lain sesat walaupun hampir semua pengikut Muhammadiyah menyatakan Beliau sesat bahkan kafir. Beliau adalah orang yang telah sampai kepada makrifat dan tentu saja tidak dengan mudah menyatakan orang lain sesat. Saya bisa maklumi kondisi Tgk. Muhibbudin Waly yang belum cukup ilmu untuk memahami rahasia-rahasia Allah.
Kalau Tgk. Muhibuddin ingin menjadi satu-satunya Mursyid tarekat di seluruh Aceh tidak harus dengan cara menginjak tarekat lain karena kalau sikap itu dipertahankan maka suatu saat anda akan disesatkan oleh orang lain.
Sesat Menyesatkan dan Konflik Berdarah di Aceh.
Nurudin Ar-Raniry yang berasal dari Ranir India ingin sekali menjadi ulama nomor satu di Aceh. Salah satu cara yang dilakukannya adalah menyatakan sesat kepada ulama selain dia. Nurudin Ar-Raniry mengeluarkan pernyataan sesat kepada Hamzah Fanshury yang berpaham wahdaul wujud dan menfatwakan pengikut Hamzah Fanshury halal darahnya. Setelah Nurudin Ar-Raniry mengeluarkan fatwa sesat dan halal darah maka efeknya sungguh tragis dan memilukan. Hampir semua murid-murid Hamzah Fanshury di bunuh. Di depan mesjid raya Baiturahman, pengikut Hamzah Fanshury di bakar hidup-hidup beserta karya-karyanya. Akibat dari perbuatan itu, 100 tahun kemudian Belanda menyerang Aceh dan membakar habis mesjid Raya Baiturahman tanpa sisa dan Aceh melewati sejarahnya dengan berdarah dan konflik yang tak berkesudahan.
Apakah anda ingin menjadi Ar-Raniry di zaman ini?
Mungkin sebagian yang membaca tulisan ini tidak percaya hubungan antara tuduhan sesat menyesatkan dengan konflik di Aceh. Coba renungi fakta berikut:
Zaman Sultan Iskandar Muda hampir seluruh Aceh menjadi pengamal berbagai macam Tarekat, pengikut terbesar dari Tarekat Syattariyah yang mursyidnya adalah Syekh Abdul Ra’uf As-Singkily yang dikenal dengan Syiah Kuala dan merupakan keponakan dari Hamzah Fanshuri. Aceh mengalami kemajuan dan kemakmuran yang luar biasa. Kemudian pada masa Sultan Alaidin Iskandar Tsani (menantu Iskandar Muda) telah melarang tarekat secara resmi. Pemimpin Tarekat pada masa itu adalah Syamsudin As-Sumatrani (Wafat tahun 1630), murid dari Hamzah Fanshuri. Tgk. H. Abdullah Ujong Rimba dalam bukunya “Ilmu Thariqat dan Hakikat” menceritakan bahwa Ulama-ulama Aceh telah mengadakan musyawarah dibawah pimpinan Mufti Syekh Nurudin Ar-Raniry dan musyawarah memutuskan bahwa penganut tarekat dianggap kafir, murtad dan harus di bunuh mati. Menurut Tgk. H. Hasan Krueng Kale, seorang tokoh ulama di Aceh, pada masa itu telah terbunuh 70 orang penganut tarekat. Akibat tindakan itu Aceh seperti menerima azab dari Allah, diserang oleh Belanda, mesjid di Bakar dan konflik tak berkesudahan.
Majelis Ulama Daerah Istimewa Aceh, sebagian besar yang duduk disana adalah orang-orang berpaham wahabi mengadakan musyawarah Tanggal 3-8 November 1974 di Banda Aceh dan mengeluarkan fatwa antara lain bahwa Tarekat-terakat yang berkembang di Aceh saat ini pada prakteknya bertentangan dengan Syari’at Islam. Menyatakan sesat dan menyesatkan kepada pengikut Tarekat Mufarridiah yang diajarkan oleh Syekh Makmum Yahya berpusat di Tanjung Pura Langkat, Sumatera Utara. Setelah mengeluarkan sesat menyesatkan itu 2 tahun kemudian 4 Desember 1976 dimulailah konflik berdarah di Aceh sampai di cabut DOM tahun 1998.
Pada bulan Oktober 1998 Surau Panton Labu Aceh Utara milik yayasan Prof. Dr. SS. Kadirun Yahya MA M.Sc dibakar masa atas pengaruh beberapa ulama termasuk pernyataan Tgk. Muhibbudin Wali yang mangatakan sesat kepada tarekat Kadirun Yahya. Setelah Alkah Zikir Panton Labu di bakar tidak lama kemudian mulai lagi konflik berdarah di Aceh dengan episode yang lebih memilukan, di mulai dengan Tragedi Ara Kundo, Simpang KKA dan diikuti berbagai macam tragedi lain, ribuan nyawa melayang sampai masa damai sekarang ini.
Hari ini Tgk. Muhibbudin Wali beserta ulama-ulama yang terpengaruh oleh politik mengeluarkan peryataan sesat kepada Tarekat Kadirun Yahya, semoga Allah mengampuni dosa Tgk. Muhibbudin Wali beserta ulama lain dan segera menarik pernyataannya agar kelak generasi penerus Aceh tidak menyalahkan anda oleh bencana yang akan menimpa. Jangan sampai Azab Allah menimpa orang-orang yang tidak berdosa hanya gara-gara segelintir ulama.
Apa hubungan memusuhi orang-orang yang dikasihi Allah dan orang-orang yang ikhlas berzikir kepada-Nya dengan bencana?
Hal ini di terjawab dengan sebuah hadist qudsi : “Barang siapa yang memusuhi Wali-KU akan KU nyatakan perang kepadanya” (HR. Bukhari).
Silahkan meneruskan permusuhan anda dengan orang-orang Tarekat dan kita hanya menunggu Allah menyatakan perang kepada anda dalam bentuk yang tidak pernah terbayangkan.

Penutup
Tuduhan sesat kepada Tarikat Kadirun Yahya menandakan kurang matangnya ilmu yang dimiliki oleh orang-orang yang mengaku ulama termasuk Tgk. Muhibbudin Waly karena persoalan Hakikat kalau dilihat dari kacamata syariat tidak akan pernah ketemu. Prof Dr. Kadirun Yahya telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk kepentingan ummat dan mempunyai murid jutaan orang di seluruh dunia dan menerima ilmu tarekat lewat jalur silsilah yang benar tentu sangat tidak bijak kalau setelah Beliau tiada kita menuduh tarekat Beliau sebagai tarekat sesat.
Saya kagum dengan ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Prof. Dr. Muslim Ibrahim MA, yang tidak pernah sembarang mengeluarkan pernyataan. Ketika orang menanyakan pendapat Beliau tentang tarekat yang disesatkan orang dengan senyum beliau menjawab : “Jangan mudah kita menuduh sesat kepada orang lain karena pertanggung-jawabannya bukan hanya di dunia akan tetapi juga di akhirat kelak di hadapan Allah. Hanya Allah yang mengetahui siapa sesat dan siapa benar”.
Semoga di Aceh akan banyak ulama-ulama arif seperti Prof. Dr. Muslim Ibrahim MA yang sangat bijak menyikapi setiap persoalan dan selalu berpihak kepada ummat bukan berpihak kepada kepentingan politik segelintir orang.

"Tidak Merokok Karena Allah"

“Status Hukum Rokok”
(Kajian Dalil-Dalil Syar’ī)

Oleh Prof. Dr. Fazzan, MA

Rokok memang sesuatu yang tidak ditemukan di zaman Nabi, akan tetapi agama Islam telah menurunkan nash-nash yang universal, semua hal yang membahayakan diri, mencelakakan orang lain dan menghambur-hamburkan harta adalah hal yang haram.
Berikut ini dalil-dalil yang menunjukkan keharaman rokok:
1.      Firman Allah: “Nabi tersebut menghalalkan untuk mereka semua hal yang baik dan mengharamkan untuk mereka semua hal yang jelek.” (QS. Al A’raf: 157).
Bukankah rokok termasuk barang yang jelek, berbahaya dan berbau tidak enak?
2.      Firman Allah: “Janganlah kalian campakkan diri kalian dalam kehancuran” (QS. Al Baqarah: 195).
Padahal rokok bisa menyebabkan orang terkena berbagai penyakit berbahaya seperti kanker dan TBC.
3.      Firman Allah: “Dan janganlah kalian melakukan perbuatan bunuh diri” (QS. An Nisa: 29).
Padahal merokok merupakan usaha untuk membunuh diri secara pelan-pelan.
4.      Ketika menjelaskan tentang khamr dan judi, Allah berfirman: “Dan dosa keduanya (khamr dan judi) lebih besar daripada manfaat dua hal tersebut.” (QS. Al Baqarah: 219).
Demikian pula dengan rokok, bahaya yang ditimbulkannya lebih besar daripada manfaatnya, bahkan rokok sedikitpun tidak mengandung manfaat.
5.      Firman Allah: “Dan janganlah engkau bersikap boros, sesungguhnya orang yang suka memboroskan hartanya merupakan saudara-saudara setan.” (QS. Al-Isra:26-27).
Telah jelas bahwa merokok merupakan perbuatan perbuatan boros dan menghambur-hamburkan harta benda.
6.      Allah berfirman tentang makanan penduduk neraka: “Tidak ada makanan mereka kecuali dari pohon yang berduri. Makanan tersebut tidak menyebabkan gemuk dan tidak pula bisa menghilangkan rasa lapar.” (QS. Al Ghasiyah:6-7).
Demikian pula dengan rokok, tidak membuat gemuk dan menghilangkan rasa lapar, sehingga rokok itu menyerupai makanan penduduk neraka.
7.      Sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain.” (HR. Ahmad, shahih).
Padahal rokok itu dapat membahayakan diri sendiri ataupun orang lain serta menyia-nyiakan harta.
8.      Sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Allah itu membenci tiga perkara untuk kalian, (yakni) berita yang tidak jelas, menghambur-hamburkan harta dan banyak bertanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Padahal merokok termasuk membuang harta.
9.      Sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam: ”Setiap (dosa) umatku dimaafkan (akan diampunkan) kecuali orang yang terang-terangan berbuat dosa.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Artinya setiap umat Islam itu akan memperoleh pengampunan kecuali orang yang berbuat dosa dengan terang-terangan, sebagaimana para perokok yang merokok tanpa rasa malu-malu, bahkan mengajak orang lain untuk berbuat kemungkaran seperti mereka.
10.  Sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka janganlah ia mengganggu tetangganya.” (HR. Bukhari).
Bau tidak sedap karena merokok sangat mengganggu istri, anak dan tetangga terutama malaikat dan orang-orang yang shalat di masjid.
11.  Sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Tidaklah dua telapak kaki seorang hamba bias bergeser pada hari kiamat sebelum ditanya mengenai empat perkara, (yakni) tentang kemana ia habiskan umurnya; untuk apa ia gunakan ilmunya; dari mana ia memperoleh harta dan kemana ia belanjakan; untuk apa ia pergunakan tubuhnya.” (HR. Tirmidzi, dishahihkan oleh Al Albani dalam kitab Shahih Al Jami dan Kitab Silsilah Shahihan).
Padahal seorang perokok membelanjakan hartanya untuk membeli rokok yang haram. Benda yang sangat berbahaya bagi tubuh dan mengganggu orang lain yang berada di dekatnya.
12.  Sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Barang yang dalam jumlah besarnya dapat memabukkan, maka statusnya tetap haram meski dalam jumlah sedikit.” (HR. Ahmad dan lain-lain, shahih).
Padahal asap rokok dalam jumlah banyak dapat memabukkan, terutama untuk orang yang tidak terbiasa merokok; atau pada saat perokok menghisap asap dalam jumlah yang banyak maka orang tersebut akan sedikit mabuk. Hal ini telah ditegaskan oleh seorang dokter dari Jerman dan seorang perokok yang pernah mencoba, sebagaimana penjelasan di atas.
13.  Sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa makan bawang merah atau bawang putih maka hendaklah menjauhi kami, masjid kami dan hendaklah ia berdiam saja di rumahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sebagian orang tidak bisa menerima pengharaman rokok meski dalil-dalil yang menunjukkan keharaman rokok itu banyak sekali sebagaimana di atas. Khusus bagi perokok yang masih suka berkilah tersebut, maka kami katakan, “Jika rokok tidak haram mengapa mereka tidak merokok di masjid atau tempat suci yang lain. Namun kalian malah memilih merokok di tempat pemandian umum, tempat-tempat hiburan dan tempat-tempat yang terlarang?”
Sebagian orang ada yang beralasan bahwa merokok itu makruh saja. Sebagai jawaban kami katakan, “Jika hukumnya makruh lalu mengapa kalian hisap. Bukankah makruh itu lebih dekat kepada haram daripada ke halal! Perhatikanlah hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berikut ini:
“Sungguh hal yang halal itu jelas dan haram pun juga sudah jelas. Namun di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang tidak jelas. Kebanyakan orang tidak mengetahui perkara-perkara tersebut. Barangsiapa berhati-hati terhadap hal yang tidak jelas statusnya, maka sungguh ia telah menjaga agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara yang tidak jelas, sungguh ia telah terjerumus dalam perkara yang haram. Seperti seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya di dekat daerah larangan, ia akan segera menggembala di daerah larangan tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim).
“BERHENTILAH MEROKOK, ALLAH PEMAAF BILA KITA MAU BERTAUBAT”

"Sinyal Syar'i di Nanggroe Syariat"

"Sinyal Syar'i di Nanggroe Syariat"

Oleh Fazzan, MA 

Dari hiruk-pikuk kondisi Aceh di bulan Oktober 2009, ada gelombang sinyal yang bisa kita tangkap, menunjukkan bahwa syariat Islam di Aceh masih hidup. Kobaran semangat menerapkan syariat Islam secara kaffah di Aceh masih membara. Sinyal ini ada di beberapa aspek, salah satunya terlihat jelas dari kasus Qory Sandioriva.

Kepada sebagian pihak yang menyeru tinggalkan masalah Qory, dengan tujuan agar bisa memberi solusi bagi banyak masalah Aceh yang lebih besar, kita doakan, semoga upaya mereka dalam memberi solusi bagi Aceh itu dipermudah oleh Allah. Kita harus dukung setiap pihak yang memberi kontribusi positif untuk Aceh. Tentang Qory, jangan risau, alhamdulillâh banyak yang bergerak.

Kepada sebagian pihak yang mengangap masalah Qory kecil, itu benar. Karena bagi daerah syariat, memang seharusnya tidak perlu terjadi adanya izin keikutsertaan putri daerahnya di ajang Pemilihan Puteri Indonesia (PPI) yang bertentangan dengan syariat Islam. Bila sudah ada izin, tinggal cabut saja. Kecil. Tapi anehnya, mengapa masalah kecil seperti ini tidak segera diselesaikan oleh Pemda Aceh dengan memenuhi permintaan rakyat Aceh? Bukankah makin kecil masalah makin mudah memuhinya?

Tapi ironi, hingga kini surat izin untuk Qory mewakili Aceh No. 556/2323 itu masih belum dicabut, dan tuntutan masyarakat Aceh yang dianggap kecil itu belum dipenuhi secara proporsional oleh Pemda Aceh. Aneh, tapi nyata. Bisa jadi ini yang membuat demo menjamur di Aceh, untuk menepis efek negatif yang besar bagi syariat Islam di Aceh dari masalah yang kecil ini.

Sama, saya juga tidak berniat berbicara lebih banyak masalah Qory. Saya cuma ingin cerita sebuah kumpulan realita. Bahwa di sana ada fenomena yang patut orang Aceh syukuri. Di balik hiruk-pikuk penenolakan Qory, ada kabar gembira yang menyejukkan hati. Dari kasus Qory, ada getaran, sehingga kita bisa membaca sinyal kehidupan syariat Islam di Aceh. Sinyal yang menunjukkan bahwa syariat Islam di Aceh belum mati. Masih banyak yang memperjuangkannya untuk terus hidup dan bangkit. Walau ada pihak yang berupaya memadamkan cahaya syariat, tapi justru sinyal itu menunjukkan bahwa semangat membangun syariat Islam di Aceh masih menggebu, walau harus menerobos jalan berdebu.

Lihatlah getaran sinyal itu. Opini miring sebagian media bahwa pihak Aceh mendukung Qory, tenyata hanya suara yang sangat kecil yang tidak mewakili Aceh. Opini miring ini dengan sendirinya terbantah oleh gelombang penolakan, kecaman, dan demo yang berdebur bertalu-talu. Menghantam dan meluluhlantakkan logika konspirator yang ingin memudarkan wibawa syariat Islam di Aceh.

Lihatlah, 26 lembaga menolak dan mengecam izin Pempda Aceh atas keikutsertaan Qory: Di antaranya 21 organisasi perempuan di bawah naungan Gabungan Organsisasi Wanita (GOW) Aceh Timur, Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), DPRA Aceh yang berjanji memanggil Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan pihak–pihak di Pemerintahan Aceh, DPRK Aceh Tengah yang menampung dengan baik aspirasi demo Koalisi Muslimah Aceh Tengah, Dinas Syariat Islam Kota Lhokseumawe dan Majelis Adat Aceh (MAA) Kota Lhokseumawe. Ini baru yang bergerak dan diekspos media saja, belum lagi lainnya.

Selain penolakan dan kecaman, demo juga mengaung di seantero Seramoe Mekah, menembus jantung Timur Tengah dengan pernyataan sikapnya. Enam kali demo digelar silih berganti, dari 11 hingga 19 Oktober, yang dilakoni oleh 6 lembaga dan organisasi, mulai dari HMI, KAMMI, Mahasiswa Unimus Bireuen, Koalisi Muslimah Aceh Tengah, hingga Mahasiswa Peduli Aceh (MPA) yang merupakan gabungan mahasiswa Universitas Unsyiah dan IAIN Ar-Raniry, yang melakukan demo dua kali. Hingga tanggal 25 Oktober, masih saja ada opini di media Aceh yang dengan bijak turut mendesak Pemda Aceh untuk memenuhi tuntutan rakyat Aceh secara proporsional.

Tidak mau ketinggalan dengan rakyat Aceh di Tanah Rencong, lebih dari 500 mahasiswa Aceh di Negeri Para Nabi pun beraksi. Mereka tergabung dalam Forum Mahasiswa Aceh Timur Tengah (FMATT), yang menyatakan sikap mendesak gubernur untuk mencabut izin dan tidak lagi memberi izin puteri Aceh untuk mengikuti ajang PPI yang bertentangan dengan syariat Islam itu. Tak tanggung-tanggung, dalam FMATT ini tergabung 4 negara, yaitu Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir, KMA Sudan, Mahasiswa Madinah, dan Mahasiswa Aceh di Yaman, di bawah naungan organisasi ASAS (Aceh Studen't ASosiation in Yemen). Semua ini kumpulan aspirasi yang sangat aneh ketika tidak ditanggapi dengan baik.

Alâ kulli hâl, rentetan peristiwa ini memberikan sinyal bahwa kehidupan syariat Islam di Aceh masih sangat kuat, walau memang banyak hal yang harus dibenahi. Sinyal itu menunjukkan bahwa sangat banyak rakyat Aceh yang memperjuangkan syariat Islam, walau Pemda menunjukkan sikap tidak peduli dengan beberapa pertimbangan materi, seperti pembangunan kepariwisataan dan mempromosikan Aceh secara nasional dan internasional (rakyataceh.com 17/10).

Sinyal yang menunjukkan bahwa ketika ada manusia yang berkonspirasi coba memadamkan syariat Allah, Allah juga berkonspirasi membela setiap mukmin yang memperjuangkan syariatnya. Sinyal yang menunjukkan, bahwa, konspirasi memudarkan wibawa syariat Islam di Aceh dengan kasus Qory telah GAGAL TOTAL, dan dari realita penolakan ini, orang Aceh bisa dengan lega mengatakan, "Rakyat Aceh tak pernah rela ada putrinya mengikuti ajang PPI, dan akan terus menentangnya. Walau sementara Qory mewakili Aceh, itu hanyalah ulah sebagian kecil pihak yang sama sekali tidak layak bagi orang Aceh." Karena rakyat Aceh masih merindu dan mendamba tegaknya syariat Allah secara kaffah di bumi Serambi Mekah. Wallâhul musta‘ân.

Akhirnya, terimakasih bagi setiap pihak yang berusaha menjaga semangat menerapkan syariat Islam secara kaffah di Aceh. Walau secara hasil, izin itu belum dicabut, namun secara amal, Allah telah melihatnya. "Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu (QS. Al-Taubah [9]: 105)." []

Peran-Serta Masyarakat dalam Penegakan Hukum

BAB I
PENDAHULUAN
Terlaksananya hukum Islam merupakan merupakan hasil nyata dari perjuangan rakyat selama ini untuk dapat melaksanakan syari’at (hukum) dalam segala aspek kehidupan. Misalnya di Aceh, secara yuridis dasar pijakan pelaksanaan ini berawal dari diberikannya kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah Aceh untuk dapat menyelenggarakan keistimewaan dalam tiga bidang, yang meliputi bidang agama, pendidikan, dan peradatan. Semua pernyataan ini tertuang dalam Undang-undang No. 44 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh.
Untuk tegak dan terlaksananya hukum (syari’at Islam) ini secara menyeluruh sudah tentu dibutuhkan beberapa faktor pendukung. Dari segi penanggung jawabnya, setidaknya ada beberapa unsur, yang mana di antaranya adalah pemerintah, masyarakat, keluarga, dan individu.
Hukum merupakan aturan, ketentuan dan norma. Adanya hukum bermakna adanya keteraturan yang tertib dan pasti, ketiadaan hukum dan penegakannya akan mengakibatkan kekacauan.
Dimata para intlektual pemahaman terhadap penegakan hukum juga bervariatif. Seorjono Soekanto,
Pendapat yang lain juga dikemukakan oleh Sukarton Marmosudjono, bahwa Penegakan hukum adalah keseimbangan dari keseluruhan keberadaan dan kepribadiannya dan bertindak atas dasar kebenaran serta pertimbangan hati nurani dan keyakinan. Hal senada juga dikemukakan oleh Salahuddin Wahid, bahwa Penegakan hukum adalah upaya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang didasarkan pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang ada dalam kaidah-kaidah hukum tersebut.
Peran serta bila ditinjau dari kacamata politik hukum merupakan bagian dari partisipasi masyarakat
Bentuk-bentuk peran serta antara lain pengajuan keberatan terhadap rancangan keputusan atau rancangan rencana. Bentuk-bentuk lain seperti dengar pendapat, angket lisan maupun tertulis, pertimbangan melalui lembaga masyarakat, hak bicara dari komisi pertimbangan, dan sebagainya.
Pada tingkatan konstitusi, sebagaimana dalam Undang-undang Dasar 1945, secara eksplisit dan implicit memberikan jaminan konstitusi kepada warganegara atau masyarakat dalam kedudukannya di dalam pemerintahan maupun di dalam pembangunan, bahwa masyarakat memiliki hak untuk berperan serta secara aktif dalam berbagai bentuk hak dan kemampuannya dalam pemerintahan. Menurut Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, ditegaskan bahwa “Segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Kemudian diatur pula dalam Pasal 28 ayat (2) bahwa “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.” Kemudian dalam Pasal 28F disebutkan bahwa “Setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan dan mengolah, serta menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Selain aparat penegak hukum yang berperan penting dalam penegakan hukum, yang tidak kalah pentingnya juga adalah peranan masyarakat dalam penegakan hukum atau sebagai sosial control.
Al-Qur’ān sebagai kalamullah merupakan petunjuk syari’at bagi manusia, yang di dalamnya terdapat banyak tuntunan bagaimana manusia mempertanggung jawabkan hidupnya. Dalam Islam, tuntunan tersebut antara lain berupa amar ma’ruf  dan nahi mungkar yang merupakan salah satu kriteria untuk menjadi khairun ummah (umat terbaik). “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, memerintah kepada kebajikan (ma’ruf) dan mencegah kemungkaran, dan beriman kepada Allah.”
Dalam definisi yang sederhana, amar ma’ruf  berarti menyeru kepada suatu kebajikan.
Di antara ayat-ayat yang terdapat dalam al-Qur’ān tentang amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah QS. al-Maidah: 2, QS. Ali ‘Imran: 104 dan 110,  QS. al-Taubah: 71. Ayat-ayat ini memberikan anjuran kepada orang-orang yang beriman untuk saling membantu dalam melakukan perbuatan kebajikan dan tentu tidak untuk sebaliknya. Selain ayat al-Qur’ān banyak juga terdapat hadīth Nabi Muhammad Saw. yang menyerukan untuk amar ma’ruf nahi mungkar, di antaranya, hadīth riwayat Imam Muslim, yang artinya: Muslim meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudry Ra., Ia berkata: “ Aku pernah mendengar Rasulullah  Saw. bersabda: Barang siapa dari kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah ia menyingkirkan dengan tangannya, jika tidak mampu, hendaklah dengan lisannya, dan jika masih tidak mampu, hendaklah dengan hatinya. Akan tetapi mengubah dengan hatinya itu merupakan serendah-rendah iman.”
Adanya kesadaran masyarakat untuk ikut terlibat aktif dalam mensukseskan penerapan hukum telah memberikan dampak yang sangat positif terlaksananya hukum. Ini bisa dilihat minimal dari dua aspek: