SISTEM PEMERINTAHAN ISLAM DAN SISTEM PEMERINTAHAN DEMOKRASI
(Study Komparatif Antara Pemerintahan Islam Dan Pemerintahan Demokrasi)
(Study Komparatif Antara Pemerintahan Islam Dan Pemerintahan Demokrasi)
Oleh: Fazzan, S.Pd.I., MA
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Istilah system pemerintahan berasal dari gabungan dua kata system dan pemerintahan. Kata system merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislative, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan Negara.
Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara. Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.
Sistem pemerintahan (politik) Islam sangat jauh berbeda dengan sistem politik, ideologi-ideologi dan isme-isme akal manusia. Islam memiliki tafsiran dan bentuk yang khusus dan istimewa tentang pemerintahan. Tafsirannya jauh lebih bijaksana dan adil daripada ajaran-ajaran lainnya. Hal ini mungkin tidak jelas kalau kita bandingkan dengan pemerintahan umat Islam yang ada di dunia hari ini. Sebab asumsinya negara-negara umat Islam hari ini tidak menjalankan Islam yang secara kaffah (menyeluruh). Mereka tidak mengikuti jejak sejarah kegemilangan Islam di zaman Rasul dan Khulafaur al-Rasyidin serta Salafussaleh.
Sistem pemerintahan Islam adalah sistem pemerintahan yang menggunakan al-Quran dan Sunnah sebagai rujukan dalam semua aspek hidup, seperti dasar undang-undang, mahkamah perundangan, pendidikan, dakwah dan perhubungan, kebajikan, ekonomi, sosial, kebudayaan dan penulisan, kesehatan, pertanian, sains dan teknologi, penerangan dan peternakan. Dasar negaranya adalah al-Quran dan Sunnah. Para pemimpin dan pegawai-pegawai pemerintahannya adalah orang-orang baik, bertanggung jawab, jujur, amanah, adil, faham Islam, berakhlak mulia dan bertakwa. Dasar pelajaran dan pendidikannya ialah dasar pendidikan Rasulullah, yang dapat melahirkan orang dunia dan orang Akhirat, berwatak ‘abid dan singa, bertugas sebagai hamba dan khalifah Allah di Planet Bumi.
Sistem ekonominya bersih dan adil. Suci dari riba, monopoli, penindasan, penipuan dan hal haram lainnya. Pembagiannya adil menurut keperluan untuk kemudahan, kewajiban, kedudukan dan bidang seseorang. Sistem sosialnya bersih dari kemungkaran dan maksiat terang-terangan. Setiap orang dihormati hak asasinya serta diberi peluang untuk melaksanakan hak-hak asasi masing-masing sesuai dengan bakat dan kebolehannya. Sistem ketentaraan berjalan atas disiplin Islam. Kebudayaan dan adat-istiadat dibenarkan berbagai asalkan semuanya tidak bertentangan dengan Islam.
Perlantikan presiden ada caranya tersendiri, cara yang adil dan tepat. Berbeda dengan cara demokrasi dan revolusi serta cara diktator. Sistem syura juga tersendiri, unik dan harmoni. Segalanya jauh berbeda dengan apa yang terjadi dalam syura sekuler.
Demikianlah seterusnya dalam mengelola hal-hal pengobatan, rumah tangga, alat-alat perhubungan, media cetak dan elektronik, jalan raya, pertanian dan segala-galanya adalah mengikuti cara hidup Islam. Politik atau pemerintahan Islam sebenarnya bukan saja karena orang-orangnya adalah Islam. Tetapi yang lebih utama dari itu adalah pengisiannya dengan program-program yang bersifat Islam. Tanpa ciri-ciri ini, syariat Allah tidak akan muncul di atas muka bumi-Nya walaupun nama dan slogan pemerintahan Islam diserukan.
Akan tetapi tidak bisa dipungkiri juga bahwa kita saat ini hidup di Negara yang berasaskan Pancasila dan juga menganut system pemerintahan Demokrasi. Maka dari itu penulis ingin menjadi penengah sekaligus sebagai mediator antara sistem pemerintahan Islam dengan system pemerintahan demokrasi. Dengan cara membahas tentang keunggulan masing-masing dari system pemerintahan tersebut. Mudah-mudahan dengan ini kita bisa lebih bijaksana dalam menyikapi pemerintah kita. Dengan dorongan tersebut, maka penulis terdorong untuk menyusun sebuah karya ringkas ini yang penulis beri tema, yaitu “Sistem Pemerintahan Islam Dan Sistem Demokrasi: Study Komparatif Antara Pemerintahan Islam Dan Pemerintahan Demokrasi.”
Perumusan Masalah
2. Rumusan Masalah
Dengan melihat judul dan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas beberapa masalah, yang penulis wujudkan dalam bentuk pernyaan, yaitu sebagai berikut:
1. Apa definisi system pemerintahan ?
2. Apa sajakah macam-macam system pemerintahan ?
3. Apa keunggulan Sistem Pemerintahan Islam ?
4. Apa keunggulan Sistem Pemerintahan Demokrasi ?
3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulis karya ini dapat dirumuskan sebagai berikut, yaitu:
1. Untuk mengetahui definisi system pemerintahan.
2. Untuk mengetahui macam-macam system pemerintahan.
3. Untuk mengetahui system pemerintahan islam.
4. Untuk mengetahui keunggulan system pemerintahan demokrasi.
B. PEMBAHASAN: DISKRIPTIF SISTEM PEMERINTAHAN
1. Pengertian Negara
Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut. Negara adalah pengorganisasian masyarakat yang berbeda dengan bentuk organisasi lain terutama karena hak negara untuk mencabut nyawa seseorang. Untuk dapat menjadi suatu negara maka harus ada rakyat, yaitu sejumlah orang yang menerima keberadaan organisasi ini. Syarat lain keberadaan negara adalah adanya suatu wilayah tertentu tempat negara itu berada. Hal lain adalah apa yang disebut sebagai kedaulatan, yakni bahwa negara diakui oleh warganya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas diri mereka pada wilayah tempat negara itu berada.
2. Keberadaan Negara
Keberadaan negara, seperti organisasi secara umum, adalah untuk memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-citanya. Keinginan bersama ini dirumuskan dalam suatu dokumen yang disebut sebagai Konstitusi, termasuk didalamnya nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh rakyat sebagai anggota negara. Sebagai dokumen yang mencantumkan cita-cita bersama, maksud didirikannya negara Konstitusi merupakan dokumen hukum tertinggi pada suatu negara. Karenanya dia juga mengatur bagaimana negara dikelola. Konstitusi di Indonesia disebut sebagai Undang-Undang Dasar.
Dalam bentuk modern negara terkait erat dengan keinginan rakyat untuk mencapai kesejahteraan bersama dengan cara-cara yang demokratis. Bentuk paling kongkrit pertemuan negara dengan rakyat adalah pelayanan publik, yakni pelayanan yang diberikan negara pada rakyat. Terutama sesungguhnya adalah bagaimana negara memberi pelayanan kepada rakyat secara keseluruhan, fungsi pelayanan paling dasar adalah pemberian rasa aman. Negara menjalankan fungsi pelayanan keamanan bagi seluruh rakyat bila semua rakyat merasa bahwa tidak ada ancaman dalam kehidupannya. Dalam perkembangannya banyak negara memiliki keranjang layanan yang berbeda bagi warganya.
Berbagai keputusan harus dilakukan untuk mengikat seluruh warga negara, atau hukum, baik yang merupakan penjabaran atas hal-hal yang tidak jelas dalam Konstitusi maupun untuk menyesuaikan terhadap perkembangan zaman atau keinginan masyarakat, semua kebijakan ini tercantum dalam suatu Undang-Undang. Pengambilan keputusan dalam proses pembentukan Undang-Undang haruslah dilakukan secara demokratis, yakni menghormati hak tiap orang untuk terlibat dalam pembuatan keputusan yang akan mengikat mereka itu. Seperti juga dalam organisasi biasa, akan ada orang yang mengurusi kepentingan rakyat banyak. Dalam suatu negara modern, orang-orang yang mengurusi kehidupan rakyat banyak ini dipilih secara demokratis pula.
3. Definisi Negara Dalam Pandangan Para Ahli
Menurut Georg Jellinek, negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu. Georg Wilhelm Friedrich Hegel mendefinisikan
negara sebagai sebuah organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal. Sedangkan Roelof Krannenburg, menurutnya, negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri. Selanjutnya, Roger F. Soltau, dalam pandangan negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat. Dalam referensi lain, Djokosoetono, menyebutkan, negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama. Dan yang terakhir, Soenarko, dalam perspektifnya, negara ialah organisasi manyarakat yang mempunyai daerah tertentu, dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai sebuah kedaulatan.
4. Definisi Islam
Islam (الإسلام) artinya berserah diri, adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Agama ini termasuk agama samawi (agama-agama yang dipercaya oleh para pengikutnya diturunkan dari langit) dan termasuk dalam golongan agama Ibrahim. Dengan lebih dari satu seperempat milyar orang pengikut di seluruh dunia, menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia. Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim, adapun lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan Rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Nabi Muhammad Saw., adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.
5. Definisi Sistem Pemerintahan
Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan , ekonomi , keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu, quo dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut. Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktekkan sistem pemerintahan itu.
Secara sempit, sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.
6. Jenis-jenis Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan dalam inggris (system of governmential) adalah sistem yang dimiliki suatu negara pada umumnya. Setiap negara mempunyai sistem pemerintahannya sendiri-sendiri seperti sesuai dengan situasi dan kondisi suatu negara itu, baik beripa Presidensial, Parlementer, Komunis, Demokrasi Liberal, maupun Kapitalisme.
Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunyai sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut.
a. Presidensial.
Sistem presidensiil (presidensial), atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.
Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensiil terdiri dari 3 unsur, yaitu: Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait. Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling menjatuhkan. Tidak ada status yang tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan legislatif. Dalam sistem presidensiil, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, , posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya. Model ini dianut oleh Amerika Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian besar negara-negara Amerika Latin dan Amerika Tengah.
Ciri-ciri pemerintahan presidensiil yaitu: Pertama, Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara. Kedua, Kekuasan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih langsung oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat. Ketiga, Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen. Keempat, Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasan eksekutif presiden bukan kepada kekuasaan legislatif. Dan Kelima, Presiden tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
b. Perlementer
Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja.
Sistem parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah tergantung dari dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau parlemen, sering dikemukakan melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan cabang legislatif, menuju kritikan dari beberapa yang merasa kurangnya pemeriksaan dan keseimbangan yang ditemukan dalam sebuah republik kepresidenan.
Sistem parlemen dipuji, dibanding dengan sistem presidensiil, karena kefleksibilitasannya dan tanggapannya kepada publik. Kekurangannya adalah dia sering mengarah ke pemerintahan yang kurang stabil, seperti dalam Republik Weimar Jerman dan Republik Keempat Perancis. Sistem parlemen biasanya memiliki pembedaan yang jelas antara kepala pemerintahan dan kepala negara, dengan kepala pemerintahan adalah perdana menteri, dan kepala negara ditunjuk sebagai dengan kekuasaan sedikit atau seremonial. Namun beberapa sistem parlemen juga memiliki seorang presiden terpilih dengan banyak kuasa sebagai kepala negara, memberikan keseimbangan dalam sistem ini.
c. Komunis
Komunisme adalah salah satu ideologi di dunia, selain kapitalisme dan ideologi lainnya. Komunisme lahir sebagai reaksi terhadap kapitalisme di abad ke-19, yang mana mereka itu mementingkan individu pemilik dan mengesampingkan buruh. Istilah komunisme sering dicampuradukkan dengan Marxisme. Komunisme adalah ideologi yang digunakan partai komunis di seluruh dunia. Racikan ideologi ini berasal dari pemikiran Lenin sehingga dapat pula disebut “Marxisme-Leninisme.”
Dalam komunisme perubahan sosial harus dimulai dari peran Partai Komunis. Logika secara ringkasnya, perubahan sosial dimulai dari buruh, namun pengorganisasian Buruh hanya dapat berhasil jika bernaung di bawah dominasi partai. Partai membutuhkan peran Politbiro sebagai think-tank. Dapat diringkas perubahan sosial hanya bisa berhasil jika dicetuskan oleh Politbiro. Inilah yang menyebabkan komunisme menjadi “tumpul” dan tidak lagi diminati.
Komunisme sebagai anti kapitalisme menggunakan sistem sosialisme sebagai alat kekuasaan, dimana kepemilikan modal atas individu sangat dibatasi. Prinsip semua adalah milik rakyat dan dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat secara merata. Komunisme sangat membatasi demokrasi pada rakyatnya, dan karenanya komunisme juga disebut anti liberalisme. Secara umum komunisme sangat membatasi agama pada rakyatnya, dengan prinsip agama adalah racun yang membatasi rakyatnya dari pemikiran yang rasional dan nyata.
d. Demokrasi Liberal
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances. Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).
e. Liberalisme
Liberalisme adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Namun, secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki adanya, pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi (private enterprise) yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan yang transparan, dan menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu. Oleh karena itu paham liberalisme lebih lanjut menjadi dasar bagi tumbuhnya kapitalisme.
Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas. Bandingkan Oxford Manifesto dari Liberal International: “Hak-hak dan kondisi ini hanya dapat diperoleh melalui demokrasi yang sejati. Demokrasi sejati tidak terpisahkan dari kebebasan politik dan didasarkan pada persetujuan yang dilakukan dengan sadar, bebas, dan yang diketahui benar (enlightened) dari kelompok mayoritas, yang diungkapkan melalui surat suara yang bebas dan rahasia, dengan menghargai kebebasan dan pandangan-pandangan kaum minoritas.”
f. Kapital
Kapitalisme tidak memiliki suatu definisi universal yang bisa diterima secara luas, namun secara umum merujuk pada satu atau beberapa hal berikut, yaitu sebuah sistem yang mulai terinstitusi di Eropa pada masa abad ke-16 hingga abad ke-19, yaitu di masa perkembangan perbankan komersial Eropa, di mana sekelompok individu maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal seperti tanah dan tenaga manusia, pada sebuah pasar bebas di mana harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran, demi menghasilkan keuntungan di mana statusnya dilindungi oleh negara melalui hak pemilikan serta tunduk kepada hukum negara atau kepada pihak yang sudah terikat kontrak yang telah disusun secara jelas kewajibannya baik eksplisit maupun implisit serta tidak semata-mata tergantung pada kewajiban dan perlindungan yang diberikan oleh kepenguasaan feodal. Teori yang saling bersaing yang berkembang pada abad ke-19 dalam konteks Revolusi Industri, dan abad ke-20 dalam konteks Perang Dingin, yang berkeinginan untuk membenarkan kepemilikan modal, untuk menjelaskan pengoperasian pasar semacam itu, dan untuk membimbing penggunaan atau penghapusan peraturan pemerintah mengenai hak milik dan pasaran. Suatu keyakinan mengenai keuntungan dari menjalankan hal-hal semacam itu. Sedangkan pengertian lain dari Kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi yang mengatur proses produksi dan pendistribusian barang dan jasa.
Ciri-ciri Kapitalisme yaitu, sebagian besar sarana produksi dan distribusi dimiliki oleh individu, barang dan jasa diperdagangkan di pasar bebas (free market) yang bersifat kompetitif, dan modal kapitali (baik uang maupun kekayaan lain) diinvestasikan ke dalam berbagai usaha untuk menghasilkan laba (profit).
C. STUDY KOMPARATIF ANTARA PEMERINTAHAN ISLAM
DAN PEMERINTAHAN DEMOKRASI
1. Bentuk dan Kelebihan Sistem Demokrasi
Dalam sejarah terdapat sedikitnya tiga bentuk demokrasi yang pernah dicoba, yaitu demokrasi langsung (direct democracy/assembly democracy), demokrasi perwakilan (representative democracy), dan demokrasi perwakilan (deliberative democracy). Berikut ini adalah gambaran singkat tentang bentuk-bentuk demokrasi tersebut.
a. Demokrasi Langsung
Demokrasi langsung merupakan praktik demokrasi paling tua, praktik demokrasi pada asosiasi yang berukuran kecil. Berdasarkan pada partisipasi langsung, tanpa perwakilan dan terus menerus dari warga dewasa dalam membuat dan melaksankan keputusan bersama. Ia tidak terdapat batas yang tegas antara pemerintah dan yang diperintah à semacam system self-government pemerintah dan yang diperintah adalah orang yang sama. Kemudian sistem kelembagaannya berbentuk pertemuan warga (mass meeting, town meeting, pertemuan RT/RW, dll), referendum.
b. Demokrasi Perwakilan
Ini merupakan praktik demokrasi yang datang lebih belakangan sebagai jawaban terhadap beberapa kelemahan demokrasi langsung, parktik demokrasi pada asosiasi yang berukuran besar seperti Negara. Model ini, berdasarkan pada partisipasi yang terbatas partisipasi warga hanya dalam waktu yang singkat dan hanya dilakukan beberapa kali dalam kurun waktu tertentu seperti dalam bentuk keikutsertaan dalam pemilihan umum. Demokrasi model ini berdasarkan pada partisipasi yang tidak langsung à masyarakat tidak mengoperasikan kekuasaan sendiri tapi memilih wakil yang akan membuat kebijakan atas nama masyarakat. Ia memiliki generalisasi antara Pemerintah dan yang diperintah, terpisah secara tegas. Demokratis tidaknya demokrasi bentuk ini tergantung pada kemempauan para wakil yang dipilih membangun dan mempertahankan hubungan yang efektif antara pemerintah dan yang diperintah.
Sistem kelembagaannya yaitu, Pertama, para wakil rakyat yang dipilih (parlemen). Kedua, para pejabat Negara yang dipilih (kepala pemerintahan dan pembantu-pembantunya, judikatif, dll). Ketigapemilihan umum yang adil, bebas dan berkala. Keempat, media massa yang membuka kesempatan bagi kebebasan berpendapat dan kebebasan mendapatkan informasi dan pengetahuan. Kelima, sistem asosiasi yang bersifat otonom (partai politik, organisasi massa, dll). Keenam, hak pilih bagi semua orang dewasa dan hak untuk menduduki jabatan-jabatan publik
c. Demokrasi Permusyawaratan
Demokrasi Pemusyawaratan merupakan bentuk demokrasi paling kontemporer, yang mana dipraktikan pada masyarakat yang kompleks dan berukuran besar, bentuk demokrasi yang menggabungkan aspek partisipasi langsung dan bentuk demokrasi perwakilan. Model ini memberikan tekanan yang berbeda dalam memahami makna kedaulatan rakyat, yaitu kedaulatan berkaitan dengan keterlibatan masyarakat dalam membicarakan, mendiskusikan dan mendebatkan isu-isu bersama atau dalam menentukan apa yang pantas dianggap isu bersama. Demokratis tidaknya sebuah kebijakan tergantung pada apakah kebijakan tersebut sudah melalui proses pembicaraan, diskusi dan perdebatan (permusyawaratan) yang melibatkan masyarakat luas. Dalam model ini, ada pemisahan yang tegas antara pemerintah dan yang diperintah. Tapi pemisahan yang lebih penting adalah antara Negara dan masyarakat sipil. Negara merupakan tempat menggodok dan melaksanakan kebijakan. Masyarakat sipil merupakan tempat berlangsungnya “permusyawaratan.” Selain itu ada juga pemisahan antara wilayah public dan wilayah privat. Wilayah public adalah wilayah “permusyawaratan. Sedangkan wilayah privat adalah wilayah tenpat seseorang memikirkan apa isu yang penting dan kenapa isu itu perlu dibicarakan, didiskusikan dan didebatkan secara public.
Sistem kelembagaannya ialah, Pertama,semua sistem kelembagaan demokrasi perwakilan. Kedua, debat public, yaitu lewat media massa, lewat pertemuan warga yang terjadi secara spontan di tempat-tempat public, dan sebagainya.
2. Kelebihan dan Kekurangan Bentuk-Bentuk Demokrasi
a. Demokrasi Langsung
Demokrasi langsung memiliki beberapa kelebihan, yaitu menjamin kendali warganegara terhadap kekuasaan politik. Mendorong warganegara meningkatkan kapasitas pribadinya; misalnya meningkatkan kesadaran politik, meningkatkan pengetahuan pribadi dll.
Sulit dioperasikan pada masyarakat yang berukuran besar. Membuat warganegara tidak tergantung pada politisi yang memiliki kepentingan sempit . Di samping itu, ia memiliki juga kekurangan, yaitu sulit menghindari bias kelompok dominan. Masyarakat lebih mudah menerima keputusan yang sudah dibuat. Menyita terlalu banyak waktu yang diperlukan warganegara untuk melakukan hal-hal lain, dan karenanya bisa menimbulkan apatisme. Dan Masyarakat lebih dekat dengan (konflik) politik dan karenanya berpotensi melahirkan kehidupan bersama yang tidak stabil.
b. Demokrasi Perwakilan
Keunggulan demokrasi ini di antaranya ialah, ia lebih mudah diterapkan dalam masyarakat yang lebih kompleks . Mengurangi beban masyarakat dari tugas-tugas membuat, merumuskan dan melaksankan kebijakan bersama. Memungkinkan fungsi-fungsi pemerintahan berada di tangan-tangan yang lebih terlatih untuk itu. Cenderung menciptakan politik yang stabil karena menjauhkan masyarakat dari (konflik) politik, dan karenanya mendorong kompromi. Namun sisi negatifnya, yaitu jarak yang jauh dari proses pembuatan kebijakan yang sesungguhnya bisa membuat masyarakat bisa menolaknya ketika hendak diterapkan. Mudah terjebak dalam kepentingan para wakil rakyat yang bertentangan dengan kepentingan masyarakat. Demokrasi perwakilan menghadapi persoalan waktu dan jumlah seperti yang dihadapi demokrasi langsung.
c. Demokrasi Permusyawaratan
Dari segi positif, model ini dapat memberikan kesempatan yang lebih baik bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pembuatan kebijakan, tanpa mendekatkan mereka dengan (konflik) politik. Mendorong warganegara untuk selalu memiliki kesadaran politik yang tinggi dan selalu memperkaya diri dengan pengetahuan tentang perkembangan masyaraktnya. Dan mendorong warganegara untuk selalu memikirkan kepentingan bersama. Sisi negatifnya yaitu memerlukan masyarakat dengan tingkat pendidikan yang tinggi dan sarana komunikasi yang modern. Dalam praktiknya permusyawaratan sulit menghindari kecenderungan elitisme, dan sulit mengharapkan setiap warganegara memiliki kepedulian politik yang sama dan setara.
3. Keunggulan Sistem Politik Islam
Sistem politik Islam merupakan sistem politik yang khas dan diyakini merupakan sistem politik yang unggul. Hal ini terkait dengan Islam itu sendiri. “Islam itu unggul dan tidak ada yang dapat mengunggulinya (al-Islâmu ya’lu wa lâ yu’la ‘alaihi),” kata Nabi.
Berbicara tentang sistem politik berarti berbicara tentang proses, struktur, dan fungsi. Proses adalah pola-pola yang mengatur hubungan antar manusia satu sama lain. Struktur mencakup lembaga-lembaga formal dan informal seperti majelis umat, partai politik, khalifah, dan jaringan komunikasi. Adapun fungsi dalam sistem politik menyangkut pembuatan berbagai keputusan kebijakan yang mengikat alokasi nilai. Keputusan kebijakan ini diarahkan pada tercapainya kepentingan masyarakat. Proses, struktur, dan fungsi dalam sistem politik Islam semuanya berdasarkan pada ajaran Islam yang bersumber dari wahyu. Karena itu, sistem politik Islam, termasuk konsep kenegaraannya, menjadi sistem yang unggul karena bersumber dari Allah Swt., Zat Yang Maha Agung. Di antara keunggulan sistem politik Islam adalah:
a. Istiqamah
Sistem politik Islam memiliki karakter istiqamah, artinya bersifat langgeng, kontinu, dan lestari di jalannya yang lurus. Dalam sistem demokrasi, misalnya, sistem politik bergantung pada kehendak manusia. Perubahan nilai dan inkonsistensi pun terjadi. Hal yang sama bisa berlaku untuk orang lain, tetapi tidak untuk negara tertentu. Misalnya, Iran tidak boleh memiliki nuklir, tetapi AS dan Israel tidak mengapa, setiap negara tidak boleh mencampuri urusan negara lain, kecuali AS dan sekutunya yang dapat menerapkan pre emptive. Sistem seperti ini tidaklah istiqamah. Betapa tidak, semuanya bergantung pada kehendak dan tolok ukur manusia yang senantiasa berubah-ubah, bahkan dapat saling bertolak belakang. Sekarang benar, nanti salah, atau sekarang terpuji lain waktu tercela.
Berbeda dengan itu, sistem politik Islam berdiri tegar tak lekang ditelan zaman. Ini karena sistem politik Islam bukan lahir dari logika dan kepentingan sesaat manusia, namun jalan lurus yang berasal dari Allah Swt. untuk kemaslahatan manusia. (Lihat: QS. al-An’am:153).
Dalam konteks kenegaraan, sistem politik Islam dibangun di atas landasan yang istiqamah, yakni: kedaulatan ada di tangan syariah, kekuasaan ada di tangan rakyat, wajib hanya memiliki satu kepemimpinan dunia, dan hanya khalifah yang berhak melegalisasi perundang-undangan dengan bersumber dari Islam berdasarkan ijtihad. Jika terdapat perselisihan di antara negara dengan rakyat atau antar pelaku politik maka harus dikembalikan tolok ukurnya kepada Allah dan Rasul, kepada al-Quran dan as-Sunnah. Inilah tolok ukur sekaligus landasan yang tetap, tidak berubah. Ini pulalah yang menjamin keistiqamahan sistem politik Islam.
b. Mewujudkan ketenteraman secara kontinu
Di antara fungsi sistem politik adalah mewujudkan ketenteraman. Setiap warga negara harus terjamin ketenteramannya. Tanpa ketenteraman, kehidupan tak akan nyaman. Ketenteraman merupakan syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat. Islam sangat memperhatikan hal ini. Salah satu ajaran penting Islam adalah mewujudkan keamanan di tengah-tengah masyarakat. Sejarah menunjukkan bagaimana saat Islam diterapkan, warga negaranya, baik Muslim maupun non-Muslim, hidup dalam keamanan. Hal ini terwujud melalui pendekatan multidimensi:
Pertama, sistem politik Islam mengaitkan aspek keamanan dengan aspek ruhiah. Rasul berkali-kali menegaskan bahwa di antara ciri Muslim yang baik adalah Muslim yang tetangganya selamat dari lisan dan tangannya. Bahkan, siapa saja yang menyakiti kafir zimmi diibaratkannya sebagai menyakiti beliau. Penjagaan keamanan dikaitkan dengan pahala dan siksa. Akibatnya, muncullah dorongan takwa dalam diri individu untuk senantiasa mewujudkan keamanan, baik bagi diri, masyarakat, maupun negara. Kekuatan internal inilah yang mengokohkan terwujudnya keamanan. Landasan ruhiah seperti ini tidak ditemukan pada sistem lain. Sistem selain Islam hanya menyandarkan aspek keamanan pada kepentingan.
Kedua, mengharuskan masyarakat untuk menjaga keamanan dan bersikap keras kepada perusak keamanan. Setiap kemungkaran yang ada, termasuk gangguan tehadap keamanan, diperintahkan untuk dihilangkan oleh siapapun yang melihatnya, baik dengan kekuatan, lisan, ataupun dengan hati melalui sikap penolakan. Bahkan, membiarkan kerusakan yang ada diumpakan Nabi saw. sebagai menenggelam-kan seluruh masyarakat. Masyarakat diibaratkan Rasul sebagai sekumpulan orang yang sedang menumpangi kapal di lautan. Jika sebagian mereka melakukan kejahatan dengan melobangi kapal tersebut tanpa dicegah, maka semua penumpangnya akan karam. Bahkan, mati mempertahankan keamanan harta, kehormatan, dan nyawa dari para perusak keamanan dipandang sebagai syahid. Hal demikian tidak dimiliki oleh sistem di luar Islam.
Ketiga, makna kebahagiaan yang khas. Allah Swt. telah menetapkan makna kebahagiaan adalah tercapainya ridha Allah. Berbagai limpahan materi hanyalah kepedihan jika jauh dari ridha Allah. Untuk apa memiliki kekuasaan jika digunakan untuk menjauhkan diri dan masyarakat dari ridha Allah. Walhasil, mafhûm kebahagiaan demikian mendorong setiap orang untuk mengejar ridha Allah dengan menaati-Nya. Salah satunya adalah memberikan keamanan bagi orang lain.
Keempat, menutup pintu kriminal. Salah satu pintu datangnya gangguan keamanan adalah tindak kriminal. Dalam konteks ini, Islam mencegahnya dengan jitu. Allah Swt. melarang tindak kriminal dengan motif apapun, termasuk untuk kepentingan politik. Sistem politik Islam tidak mengenal paham machiavelis (menghalalkan segala cara). Siapapun diharamkan mencuri, merampok, membunuh, merampok harta negara, korupsi, mengintimidasi rakyat, dll. Islam juga mengharamkan zina dan perkosaan. Tidak ada cerita dalam Islam yang mentoleransi menggunakan perempuan sebagai umpan dan modal dalam transaksi ekonomi maupun bargaining politik. Hal ini berbeda secara diametral dengan sistem politik sekular. Penutupan pintu kriminal tersebut ditempuh dengan landasan ruhiah, dengan menanamkan mafhûm qanâ’ah dan ridha. Setiap orang menerima dan ridha terhadap rezeki yang diberikan Allah, sedikit ataupun banyak.
Selain itu, sistem Islam memiliki seperangkat aturan yang menjamin pemenuhan kebutuhan pokok dan kebutuhan seksual. Nabi saw. mencontohkan bahwa kebutuhan pokok setiap warga dijamin oleh negara. Adapun pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersier diserahkan kepada produktivitas dan kemampuan masing-masing. Negara hanya memfasilitasi siapapun hingga memiliki peluang untuk mendapatkan sumberdaya informasi, dana, dan kesempatan. Ketika kondisi keamanan telah diciptakan, jaminan kebutuhan pokok pun dijamin, maka jika masih tetap ada pihak yang melakukan tindak kriminal, hukum Islam pun ditegakkan pada mereka. Hukum Islam menghasilkan efek jera. Siapa yang tidak akan jera dengan adanya aneka ragam jenis hukum seperti denda, penjara, pengasingan, cambuk, potong tangan, bahkan hukuman mati. Jelaslah, mulai dari keyakinan, kondisi sosial, dan hukum diatur oleh Islam untuk mencegah tindak kriminal. Silakan, telaah sistem sekular apakah punya sistem handal seperti Islam?.
Selain melalui pendekatan keamanan, ketenteraman pun ditempuh melalui jaminan pemenuhan kebutuhan pokok secara kontinu dan sempurna. Sering alasan ketidakstabilan masyarakat adalah masalah ekonomi. Lagi-lagi, Rasulullah Saw. mencontohkan jaminan kebutuhan pokok ini dilakukan secara kontinu dan sempurna. Masyarakat tenang dan tenteram karena ada jaminan terpenuhinya kebutuhan pokok individual (sandang, pangan, dan papan), serta kebutuhan pokok kolektif (pendidikan, keamanan, dan kesehatan). Ketentraman akan terganggu ketika rasa keadilan terusik. Di situlah Islam menempatkan keadilan sebagai salah satu pilar ketakwaan. Bahkan, adil selalu merupakan syarat seseorang diterima kesaksian dan kelayakan penguasa. (Lihat: QS. al-Maidah: 8).
Allah Pencipta alam memuji dan memerintahkan bersikap adil. Siapapun harus adil. Bukan sekadar sikap, Allah menjelaskan realitas bahwa semua orang dibawah payung Islam kedudukannya sama, tidak ada diskriminasi atas dasar suku, etnis, golongan, bahkan agama. Semua warga negara dalam sistem politik Islam berkedudukan sama. Betapa melekat dalam benak setiap Muslim penuturan Nabi Saw. bahwa tidak ada kelebihan orang Arab atas non Arab, juga tidak ada kelebihan orang non-Arab atas Arab kecuali karena ketakwaannya. Pada saat Allah memerintahkan adil, dan saat yang sama manusia itu berkedudukan sama di sisi Allah, maka hanya ada satu pilihan, yaitu bersikap adil.
Di samping memerintahkan adil, Allah Swt. melarang kezaliman. Penggusuran tanah milik, perampasan hak, ataupun perlakuan sewenang-wenang merupakan sebagian penampakan kezaliman. Pelaku kezaliman tidak akan ditunjuki oleh Allah Swt. (Lihat: QS. al-Jumuah: 5), dan di dunia dikenai sanksi hukum sesuai dengan kezaliman yang dilakukannya. Lebih dari itu, hubungan antara rakyat dan penguasa dalam Islam harus didasarkan pada keadilan, bukan kezaliman. Rasulullah Saw. bersabda: :Tidak akan seorang pemimpin kaum Muslim mati dalam keadaan menipu rakyatnya, kecuali diharamkan baginya masuk surga.” (HR. al-Bukhari dan Muslim). “Sesungguhnya pemimpin yang paling jahat adalah pemimpin yang lalim. Karena itu, janganlah kamu termasuk golongan mereka.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Terlihat, tegaknya keadilan dalam Islam lahir dari keyakinan akan perintah Allah Swt., pandangan kesejajaran manusia sesuai dengan realita, dan metode implementasinya berupa sanksi hukum bagi pelanggarnya. Tentu, sistem politik yang dibangun di atas landasan seperti ini merupakan sistem politik yang unggul.
c. Menciptakan hubungan ideologis penguasa dengan rakyat.
Hubungan penguasa dengan rakyat dalam sistem politik Islam adalah hubungan ideologis. Kedua belah pihak saling berakad dalam baiat untuk menerapkan syariat Islam. Penguasa bertanggung jawab dalam penegakkannya. Sebaliknya, rakyat membantu penguasa sekuat tenaga, taat kepadanya, selama tidak menyimpang dari Islam. Berdasarkan hubungan ideologis inilah penguasa akan melakukan pengurusan (ri’âyah) terhadap umatnya melalui: penerapan sistem Islam secara baik, selalu memperhatikan kemajuan masyarakat di segala bidang, dan melindungi rakyat dari ancaman. Nabi Saw. bersabda (yang artinya): “Sesungguhnya seorang imam (pemimpin) itu merupakan pelindung. Dia bersama pengikutnya memerangi orang kafir dan orang zalim serta memberi perlindungan kepada orang-orang Islam.” (HR al-Bukhari).
Pada sisi lain, rakyat tidaklah tinggal diam. Di pundak mereka terdapat kewajiban terhadap pemimpin dan negaranya sesuai dengan akad baiat. Karenanya, rakyat berperan untuk melaksanakan kebijakan penguasa yang sesuai dengan syariat demi kepentingan rakyat, menjaga kelangsungan pemerintahan dan semua urusan secara syar’î (larangan keluar dari penguasa, perintah memerangi bughât, dsb), dan memberikan masukan kepada penguasa serta mengontrol dan mengoreksi penguasa. Dengan adanya hak sekaligus kewajiban warga negara untuk memberikan nasihat, pelurusan (tashîh), dan koreksi terhadap penguasa (muhâsabah al-hukkâm) akan terjamin penerapan sistem Islam secara baik di dalam negeri.
Merujuk pada hal tersebut, hubungan rakyat dengan penguasa dalam sistem politik Islam adalah hubungan antara sesama hamba Allah Swt. yang sama-sama menerapkan kewajibannya dalam fungsi yang berbeda. Hubungan antara keduanya merupakan hubungan sinergis, fokus, dan saling mengokohkan untuk penerapan syariah demi kemaslahatan rakyat. Sungguh, pemandangan demikian amat sulit ditemukan dalam sistem politik selain selain Islam.
d. Mendorong kemajuan terus-menerus dalam pemikiran, sains teknologi, dan kesejahteraan hidup.
Sejarah telah membuktikan hal ini. Kemajuan sains, teknologi, dan pemikiran merupakan keniscayaan dalam Islam karena:
1.) Islam mendorong umat untuk terus berpikir, merenung untuk menguatkan iman dan menambah pengetahuan tentang makhluk. Ada 43 ayat al-Quran yang memerintahkan berpikir.
2.) Melebihkan ulama daripada orang jahil (Lihat: QS. al-Mujadilah: 11).
3.) Allah telah menundukkan alam untuk manusia agar diambil manfaatnya. Realitas ini mengharuskan umat untuk mengkaji alam itu. Artinya, realitas menuntut umat untuk mengembangkan sains dan teknologi.
4.) Islam mendorong inovasi dan penemuan. Dalam masalah jihad, misalnya, Rasulullah saw. mengembangkan persenjataan dabâbah saat itu. Kini, berarti umat harus mengungguli sains dan teknologi negara besar. Begitu juga ijtihad; harus terus dikembangkan. Betapa tidak, banyak sekali perkara baru bermunculan, padahal dulu belum dibahas oleh para ulama.
Bukan hanya itu, kemajuan ekonomi pun akan tercapai karena:
1.) Ada konsep kepemilikan dan pengelolaannya secara jelas.
2.) ewajiban ri’âyah mengharuskan adanya perhatian secara terus menerus atas urusan dan kemajuan.
3.) Perlindungan terhadap milik pribadi dan pemanfaatannya dalam batas syariat.
4.) Adanya pengumpulan harta untuk kaum miskin dan lemah. Konsekuensi dari hal ini bukanlah sebatas dana menetes ke bawah (tricle down effect), melainkan menggelontor ke segala penjuru. Hal ini berbeda dengan sistem Kapitalisme yang membiarkan manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus).
D. KESIMPULAN
Dari pembahasan tersebut diatas dapat penulis ambil kesimpulan bahwa sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas , menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintihan yang kontinu,quo dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut. Jenis-jenis atau macam-macam system pemerintahan adalah Presidensial, Parlementer, Komunis, Demokrasi Liberal, Liberalisme dan Kapital.
Keunggulan sistem Pemerintahan Islam adalah karena sifatnya Istiqamah, Mewujudkan ketenteraman secara kontinu, Menciptakan hubungan ideologis penguasa dengan rakyat, dan Mendorong kemajuan terus-menerus dalam pemikiran, sains teknologi, dan kesejahteraan hidup. Sedangkan keunggulan sistem Pemerintahan Demokrasi, terdiri dari: Pertama, Dempkrasi Langsung. Diantara keunggulannya adalah Menjamin kendali warga Negara terhadap kekuasaan politik. Kedua, Demokrasi Perwakilan. Diantara keunggulannya adalah Lebih mudah diterapkan dalam masyarakat yang lebih kompleks. Ketiga, Demokrasi Permusyawaratan. Diantar keunggulannya adalah Mendorong warga Negara untuk selalu memikirkan kepentingan bersama.
E. DAFTAR KEPUSTAKAAN
A. Rahman, Etika Berwarga Negara Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi Jakarta: Salemba, 2006.
Hendro Prasetyo, Islam dan Civil Society, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002.
Komaruddin Hidayat, et. al., Manuver Politik UlamaTafsir Kepemimpinan Islam dan Dialektika Ulama-Negara, Jakarta: Jalasutra,Tt.
M. Iman Aziz, Agama, Demokrasi dan Keadilan,Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993.
Olivier Roy, “Gagalnya Islam Politik”, Serambi, 2002.
Saeful Mujani, Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca Orde-Baru, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007.
0 komentar:
Posting Komentar